BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penerapan
kurikulum 2013 diharapkan mampu merubah paradigma bahwa proses pembelajaran
matematika yang berlangsung selama ini, masih banyak didominasi oleh pendidik,
dimana pendidik sebagai sumber utama pengetahuan dan peserta didik hanya
diberitahu bukan mencari tahu. Keberadaan pendidik dalam suatu lingkungan
sekolah memegang peranan penting dalam pembelajaran tidak dapat disangkal lagi.
Metode yang digunakan banyak menuntut keaktifan pendidik dalam proses
pengajaran di kelas, sehingga peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran
seperti hanya mendengar, memperhatikan dan mencatat apa yang diterangkan
pendidik di depan kelas. Dan akhirnya peserta didik tidak terlatih untuk
berpikir mengembangkan ide memantapkan pemahaman tentang suatu konsep.
Hasil
penelitian TIM pemetaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan (PPMP) Universitas
Sriwijaya tahun 2011 tentang Ujian Nasional untuk Provinsi Sumatera Selatan
dalam tiga tahun terakhir peserta didik mengalami kesulitan dalam pemahaman
konsep materi integral volume benda putar termasuk yang bermasalah.
Menurut
Siagian & Maya (2012) Kesulitan peserta didik dalam belajar matematika
disebabkan oleh cara pendidik menyampaikan materi pelajaran yang sulit diterima
peserta didik. Kenyataan seperti ini
membuat pengajaran menjadi tidak
menarik, sehingga peserta didik tidak
tertarik untuk belajar matematika yang pada akhirnya mengakibatkan penguasaan
terhadap matematika menjadi relatif rendah. Pengajaran yang berpusat pendidik
sudah sewajarnya diubah pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Proses
pendidikan dan pengajaran yang ideal pada hakikatnya merupakan suatu ajakan
seorang pendidik untuk mengantarkannya seorang peserta didik ke tujuan
belajarnya dengan cara menyediakan situasi dan kondisi serta fasilitas yang
kondusif sehingga lahirlah suatu interaksi edukatif yang harmonis. Dimana
pendidik lebih berpesan sebagai organisator, motivator, fasilitator dan
evaluator. (Prawoto dalam Usman, 38:2013).
Salah
satunya strategi untuk mengatasi problem pembelajaran matematika yang terjadi
diatas yaitu pendidik dapat memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat
sehingga tercapai hasil yang maksimal mungkin. Dalam pembelajaran pendidik
harus mengajar seefektif dan mengajar bagaimana peserta didik belajar.
Menurut
Paradesa (2010:95) Tahapan penting dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih
atau menentukan bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu peserta didik
mencapai kompetensi. Selanjutnya Menurut Moore (2005) Menjabarkan materi pokok
dalam bahan ajar yang lengkap dimana isi materi harus dipilih dan diatur agar
sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai menjadi tugas pendidik.
Bahan
ajar saat ini selain buku adalah bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
telah membawa perubahan pada materi pembelajaran. Menurut Dick dan Carey (1978)
menyatakan ada dua jenis materi pembelajaran, yaitu materi ajar yang tertulis (written) dan materi ajar yang di
mediakan (mediated) atau disebut materi
ajar cetak (print material) dan non
cetak (non printed). Untuk itu dalam
pembelajaran matematika di harapkan materi pembelajaran menggunaan komputer,
karena komputer bisa menyajikan materi dalam bentuk grafis dan audio-video,
tetapi tidak semua materi pelajaran matematika dalam kurikulum bisa disajikan
dalam komputer.
Salah
satu aplikasi dalam komputer yang dapat membantu proses pembuatan materi
pembelajaran matematika yang sangat popular adalah software Microsoft Power Point. Menurut Rusman (295:2012) Microsoft Power Point merupakan program
aplikasi presentasi yang polpular dan paling banyak digunakan saat ini untuk
berbagai kepentingan presentasi, baik pembelajaran, presentasi produk, meeting, lokakarya dan sebagainya.
Penggunaan
aplikasi komputer dalam pembelajaran matematika ini sejalan dengan penerapan kurikulum
2013, Menurut Depdiknas (2013) Ciri pembelajaran kurikulum 2013 antara lain: berpusat
pada peserta didik, interaktif, jejaring, aktif, kelompok, multimedia dan
kritis. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Harja (2013) Dalam proses
pembelajaran matematika hendaknya senantiasa menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi dengan pemanfaatan komputer dan internet.
Berdasarkan
uraian diatas, peneliti mengembangkan bahan ajar matematika integral volume
benda putar menggunakan Microsoft Power
Point yang berisi materi dan contoh soal, latihan soal, soal evaluasi, soal
remedial dan soal pengayaan. Dalam hal ini penulis mengambil judul “ Pengembangan Bahan Ajar Integral Volume Benda Putar Menggunakan Microsoft Power Point Di SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III “.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana mengembangkan bahan ajar
integral volume benda putar menggunakan microsoft power point ?
2.
Apakah bahan ajar integral volume benda
putar menggunakan microsoft power point memiliki efek potensial terhadap hasil
belajar di SMA Plus Negeri 2 Banyuasin
III?
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dari penulisan ini, yaitu :
1. Menghasilkan
bahan ajar integral volume benda putar menggunakan microsoft
power point
2. Melihat
efek potensial bahan ajar integral volume benda putar menggunakan microsoft
power point terhadap hasil belajar
di SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III?
D.
Manfaat
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Sekolah
dapat motivasi untuk meningkatan pemanfatan dan penggunaan teknologi dalam
proses pembelajaran disekolah
2. Pendidik
dan peserta didik dapat menjadikan bahan ajar ini sebagai alternatife materi
pembelajaran matematika materi integral volume benda putar di sekolah.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar
dan Media dalam Pembelajaran
Menurut Winarno dkk (2009:1) Belajar
adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang dan
berlangsung sepanjang hidupnya (life long
education). Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja
terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi karena
adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Salah satu pertanda seseorang
telah belajar adalah adanya perubahan dalam dirinya. Interaksi yang tejadi
dalam proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, antara lain
terdiri atas peserta didik, pendidik, petugas perpustakaan, kepala sekolah,
bahan atau materi pembelajaran (buku, modul dan sejenisnya) dan berbagai sumber
belajar dan fasilitas belajar lainnya.
Belajar, mengajar dan pembelajaran
berhubungan erat sekali dan terjadi bersama-sama secara simultan. Menurut
Rasiman (2008:890) Belajar dapat terjadi tanpa pendidik atau tanpa kegiatan
mengajar dan pembelajaran formal lain, sedangkan mengajar meliputi segala hal
yang pendidik lakukan dalam kelas. Pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang
dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk
tercapainya tujuan kurikulum. Pembelajaran merupakan proses
komunikatif-interaktif antara sumber belajar, pendidik, dan peserta didik yaitu
saling bertukar informasi.
Menurut Depdiknas (2003:9) Istilah
media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang
secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan informasi
dari sumber informasi kepada penerima informasi. Proses mengajar pada dasarnya
juga merupakan proses komunikasi sehingga media yang digunakan dalam
pembelajaran disebut media pembelajaran.
Sementara Briggs (dalam Depdiknas,
2003:10) mengartikan media sebagai alat (alat peraga, alat bantu pendidik, alat
bantu audio visual) untuk memberikan perangsang bagi peserta didik agar terjadi
proses belajar. Berdasarkan definisi diatas penulis mendefinisikan media adalah
alat bantu (benda) yang digunakan pendidik untuk mempermudah dalam memperagakan
fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/kongkrit
dalam pembelajaran.
Menurut Heinich dkk (dalam Suherman,
2003:199) Pembelajaran merupakan susunan dari informasi dan lingkungan dalam
memfasilitasi belajar. Dengan menggunakan lingkungan ini dimaksudkan metode,
media peralatan diperlukan untuk memberikan informasi, dan membimbing peserta
didik belajar. Penyusunan informasi dan pembenahan lingkungan belajar umumnya tanggung jawab dari pendidik dan
pendesain media.
Pemilihan strategi pembelajaran
menentukan lingkungan (metode, media, peralatan, dan fasilitas) serta cara
informasi itu dirakit dan digunakan. Pendekatan pembelajaran yang dikontrol
oleh pendidik tentu sangat dominan, pendidik senantiasa untuk merencanakan
proses pembelajaran. Bekerja sama dengan pendidik-pendidik dan ahli media, bagi
pendidik dapat mengintegrasikan media ke dalam proses pembelajarannya sehingga
dapat berdampak pada peningkatan prestasi peserta didik. Berikut ini hubungan
media, pesan dan metoda terlihat pada
gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1
Hubungan antara media, pesan dan metoda dalam pembelajaran.
Selanjutnya Arief (dalam Winarno
dkk, 2009:2) Menyatakan bahwa media pembelajaran memiliki kegunaan-kegunaan
sebagai berikut: 1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2) penggunaan
media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran. 3) penggunaan
media dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, dengan
diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis (partisipasi peserta
didik, umpan balik, dan penguatan). 4) penggunaan media pembelajaran secara
tepat dan variasi dapat mengatasi sikap pasif peserta didik. Dalam hal ini
media pembelajaran berguna untuk: (a) menimbulkan kegairahan belajar, (b)
memungkinkan peserta didik belajar mandiri sesuai dengan kemampuan dan
minatnya, (c) memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara peserta didik
dengan lingkungan dan kenyataan. 5) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan
daya indera, seperti: (a) objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan
realita, gambar dan film bingkai, film atau model, (b) objek yang terlalu kecil
dapat dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar, (c) gerak
yang terlalu cepat atau terlalu lambat dapat dibantu dengan timelapse atau high speed photography, (d) kejadian atau peristiwa yang terjadi di
masa lalu bisa di tampilkan melalui rekaman film, video, film bingkai, (e)
objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, atau diagram dan (f)
konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain)
dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan
lain-lain.
Menurut Heinich dkk (dalam Suherman,
2003:199) Keseluruhan sejarah, media dan teknologi telah mempengaruhi
pendidikan. Pada masa kini misalnya komputer telah memberikan pengaruh yang
sangat kuat terhadap setting pembelajaran, alat-alat yang demikian menawarkan
kemungkinan untuk menjadi lebih baik dalam proses belajar mengajar. Peran
pendidik dan peserta didik jelas menjadi berubah karena pengaruh media dan teknologi
di dalam kelas. Kini pendidik dan buku bukan lagi menjadi satu-satunya sumber
belajar atau ilmu pengetahuan. Pendidik menjadi pengarah untuk akses ke dalam
ilmu pengetahuan.
Dari
uraian di atas bahwa pengguna media dapat membantu kelancaran proses belajar
mengajar dengan syarat dapat memilih dan menggunakanya, media juga dapat
mengatasi beberapa masalah pengajaran dan dapat menunjang tercapainya tujuan
pengajaran. Pergeseran paradigma belajar abad ke–21 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat
audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Pendapat ini sejalan
dengan Kemp (dalam Rasiman, 2008:892)
Bahwa media pandang dengar (audio visual)
seperti film bingkai (slide), film
dan lainnya sangat tepat sebagai wahana penyalur pesan dalam proses
pembelajaran komunikasi dalam pendidikan
terutama oleh pendidik dan ahli media.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang
pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi
semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
B. Teori Belajar
Mengenai Teknologi dalam Pembelajaran
Pentingnya teknologi dan media di dalam proses pembelajaran
memainkan peran penting dalam pendidikan, peran pendidik dan peserta didik
jelas berubah-ubah karena adanya pengaruh teknologi dalam pembelajaran.
Pendidik dan buku teks tidak lagi menjadi sumber seluruh informasi. Pendidik
telah menjadi fasilitator pemeroleh informasi, dan para peserta didik hanya
dengan beberapa tombol keyboard bisa
menjelajahi dunia.
Teknologi dan media berperan besar
dalam proses pembelajaran. Jika pengajarannya berpusat pada pendidik maka
teknologi dan media digunakan untuk mendukung penyajian dalam pengajaran,
sebaliknya apabila pengajaran berpusat pada peserta didik maka para peserta
didik merupakan pengguna utama teknologi dan media
Berdasarkan pendapat tersebut diatas
jelas pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
pendekatan berorientasi pada pendidik dan pendekatan berorientasi pada peserta
didik. Menurut Killen (dalam Smaldino 2011:45) mengemukakan bahwa ada dua
pendekatan yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada pendidik (teacher centered approaches) yaitu
pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai objek dalam pembelajaran
dan kegiatan belajar bersifat klasik atau konvensional. Dalam pendekatan ini
pendidik menempatkan diri sebagai orang yang serba bisa dan sebagai
satu-satunya sumber belajar, pengelolahaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya
olehnya. Sedangkan peran peserta didik hanya melakukan aktivitas sesuai dengan
petunjuk pendidik, sehingga peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk
beraktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya. Selanjutnya pendekatan
pembelajaran ini menggunakan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran
deduktif atau pembelajaran ekspositori. Pada strategi ini peran pendidik sangat
menentukan baik dalam pemulihan materi pelajaran maupun penentuan proses
pembelajaran.
2. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada peserta didik (student centered approaches) yaitu
pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagi subjek belajar dan belajar
bersifat modern. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik,
manajemen dan pengelolaannya ditentukan oleh peserta didik. Dan peserta didik
memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas, mengembangkan
potensinya melalui aktivitas secar langsung sesuai dengan minat dan
keinginanya. Selanjutnya pendekatan pembelajaran ini menggunakan strategi
pembelajaran discovery dan inquiry serta strategi pembelajaran
induktif, yaitu pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pada strategi ini
peran pendidik lebih menenpatkan diri sebagai fasilitator, pembimbing sehingga
kegiatan belajar peserta didik menjadi lebih terarah.
Menurut
Rusman (2012:35) Pembelajaran berbasis teknologi dihubungkan dengan teori
belajar, maka pembelajaran berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi pada awalnya
dilandasi teori behaviouristik, dimana teori ini dipelopori oleh Thorndike
(1913), Pavlov (1927), dan Skinner (1974) yang menyatakan bahwa belajar adalah tingkah laku yang dapat diamati yang
di sebabkan adanya stimulus dari luar. Seorang dapat dikatakan belajar dapat
ditunjukkan dari perilaku yang dapat dilihat bukan dari apa yang ada dalam
pikiran peserta didik.
Perkembangan pembelajaran berbasis
ilmu pengetahuan dan teknologi dilandasi juga
teori psikologi kognitif yang menyatakan bahwa belajar mencakup
penggunaan daya ingat, motivasi dan pikiran, dan refleksi. Psikologi kognitif
memandang belajar sebagai proses internal dan jumlah yang dipelajari tergantung
pada kapasitas proses belajar, usaha yang dilakukan selama proses belajar,
kedalaman proses tersebut dan struktur pengetahuan yang dimiliki oleh peserta
didik.
Munculnya konstruktivisme yang
dipelopori oleh Piaget, Brunner dan Vygosky pada awal abad 20-an yang mempunyai
pandangan bahwa pengetahuan dan pemahaman tidaklah diperoleh secar pasif akan
tetapi dengan cara yang aktif melalui pengalaman personal dan aktivitas
eksperimental. Konsep utama konstruktivisme adalah bahwa peserta didik adalah
aktif dan mencari untuk membuat pengertian tentang apa yang ia pahami, ini
berarti belajar membutuhkan untuk fokus pada skenario berbasis masalah, belajar
berbasis proyek, belajar berbasis tim, simulasi, dan penggunaan teknologi
(Jollife dalam Rusman, 2012:35).
Ketiga teori tersebut yaitu
behaviouristik, psikologi kognitif dan konstruktivisme inilah mendasari
pembelajaran berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini diungkapkan
Ertmer and Newby (dalam Rusman, 2012) bahwa ketiga teori belajar tersebut dapat
digunakan sebagai taksonomi untuk belajar. Strategi behaviouristik dapat
digunakan untuk mengajar “apa” (tentang fakta-fakta), strategi kognitif dapat
digunakan untuk mengajar “bagaimana” (tentang proses dan prinsip-prinsip) dan
strategi konstruktivisme dapat digunakan untuk mengajar “mengapa” (tingkat
berpikir lebih tinggi yang dapat mengangkat makna personal, keadaan, dan
belajar konstekstual).
C.
Media
Komputer Penunjang Pembelajaran Matematika
Komputer awalnya digunakan amat terbatas, sekarang aplikasi
komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana komputasi dan pengelolah
kata tetapi juga sangat memungkinkan sebagai sarana belajar untuk keperluan
pendidikan.
Menurut Smaldino (2011:237) Komputer
memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi dalam sarana apapun (termasuk
catakan, video, rekaman audio dari suara dan musik), Komputer telah menjadi
perpustakaan yang tak terbatas. Para peserta didik bisa berkomunikasi secara
instan dengan teks, gambar, suara, data, dan audio/video dua arah, dan
interaksi yang dihasilkan mengubah peran peserta didik maupun pendidik.
Selanjutnya Heinich, et al (dalam Kusumah 2012:3) Komputer
sebagai alat dan media, banyak memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam
proses pembelajaran. Terdapat tiga jenis pengguna teknologi komputer dalam
proses pembelajaran, antara lain : (1) pengguna yang memanfaatkan komputer
untuk penyampaian materi pembelajaran, (2) pengguna yang menyebarluaskan bahan
ajar melalui jaringan internet, dan (3) pengguna yang memanfaatkan information technology (IT) atau information communication technology (ICT)
sebagai basis komunikasi.
Berdasarkan pendapat diatas peran
komputer sebagai media pembelajaran adalah menjadi sumber belajar utama dalam
mengimplementasikan program pembelajaran disekolah, melalui komputer peserta
didik dapat menjalankan aplikasi program yang didukung juga dengan fasilitas
penunjang lain yang saat ini berkembang yaitu internet.
Komputer merupakan jenis media yang
secara digital dapat menyediakan respon yang segera terhadap hasil belajar yang
dilakukan oleh peserta didik. Lebih dari itu, komputer memiliki kemampuan
menyimpan dan memanipulasi informasi sesuai dengan kebutuhannya. Perkembangan
teknologi yang sangat pesat ini telah memungkinkan komputer memuat dan
menanyangkan beragam bentuk media didalamnya, karena komputer memiliki komponen
pendukung didalamnya.
Sajian multimedia berbasis komputer
dapat diartikan sebagai teknologi yang merekayasa teks, grafik, dan suara dalam
sebuah tampilan yang terintegrasi. Dengan tampilan yang dapat mengkombinasikan
berbagai informasi dan pesan, komputer dapat dirancang dan digunakan sebagi
teknologi yang efektif untuk mempelajari dan mengajarkan materi pembelajaran
yang relevan misalnya rancangan grafis dan animasi. Contohnya : penggunaan
multimedia berbasis komputer adalah tampilan multimedia dalam bentuk animasi
yang memungkinkan peserta didik pada jurusan eksakta, biologi, kimia, dan
fisika melakukan percobaan tanpa harus berada dilaboratorium.
Sementara Arsyad (dalam Rasiman 2008:893) Mengungkapkan
beberapa kelebihan media komputer dalam pembelajaran: (1) komputer dapat
mengakomodasi peserta didik yang lamban menerima pelajaran, (2) komputer merangsang peserta didik untuk
mengerjakan latihan atau simulasi karena tersediannya animasi, (3) Kendali
belajar ada ditangan peserta didik sehingga kecepatan belajar dapat disesuaikan
dengan tingkat penguasaannya, (4) kemampuan merekam aktifitas peserta didik
selama menggunakan suatu program pembelajaran memberikan kesempatan lebih baik
untuk pembelajaran secara perseorangan dan perkembangan setiap peserta didik
selalu dapat dipantau.
Berdasarkan uraian diatas bahwa
komputer tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran, terutama pembelajaran
matematika. Karena komputer telah membawa keuntungan dan kemudahan baik bagi
peserta didik dan pendidik. Sebagaimana dikemukakan oleh Fletcher dan Glass
(dalam Kariadinata, 2010:73) Potensi komputer sebagai media dalam pembelajaran
matematika begitu besar, komputer dapat dimanfaatkan untuk mengatasi perbedaan
individual peserta didik, mengajarkan konsep, melaksanakan perhitungan dan
menstimulir belajar peserta didik.
Selanjutnya Maureen Tam (dalam Iryanti & Estina, 2012) Komputer dapat
secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thingking skills yang terdiri dari kemampuan mendefinisikan
masalah, menilai (judging) suatu
informasi, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan yang relevan. Sementara
Rice & Wilson (dalam Iryanti & Estina, 2012) Komputer dalam hal ini
akan berperan memberikan layanan dalam proses mengumpulkan dan mengkompilasi
informasi, inquiry, dan
kolaborasi.
D. BAHAN AJAR
1. Pengertian
Bahan Ajar Matematika
Menurut Depdiknas (2003
:7) Bahan merupakan perangkat lunak (software)
yang mengandung pesan-pesan belajar, yang biasanya disajikan menggunakan
peralatan tertentu. Contohnya: buku teks, modul, transparansi (OHT), kaset
program audio, kaset program video, program slide, film, program pembelajaran
berbantuan komputer.
Bahan ajar merupakan
informasi, alat dan teks yang diperlukan pendidik/instruktur untuk perencanaan
dan penelaahan implementasi pembelajaran di kelas, bahan ajar yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun
bahan tidak tertulis. Berdasarkan uraian tersebut bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara
sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang
memungkinkan peserta didik untuk belajar.
Selanjutnya menurut
Kusumah (2012:8) Bahan ajar dalam tipe presentasi atau demontrasi amat baik
digunakan untuk menggambarkan suatu proses yang berlangsung secara berurutan,
atau memberikan suatu lukisan yang lama dan kurang akurat jika disampaikan
secara manual. Bahan ajar tipe ini juga bisa diaplikasikan untuk menunjukkan
keteraturan atau sebuah proses. Topik-topik dalam matematika yang dapat
disampaikan melalui demonstrasi, misalnya transformasi, kesebangunan, simetris,
luas daerah, dan volume bangun ruang.
2. Sumber
Belajar Berdasarkan Tipe atau asal Usulnya
Menurut Depdiknas (2003:7) Ditinjau dari tipe atau
asal usulnya sumber bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua: 1) sumber belajar
yang dirancang (learning resources by
design), yaitu sumber belajar yang memang sengaja dibuat untuk tujuan
pembelajaran. Sumber belajar ini sering disebut bahan pembelajaran. Contohnya
adalah buku pelajaran, modul, program audio, program slide suara, transparansi
(OHT) dan lain-lain. 2) Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal
dimanfaatkan (learning resources by
utilization), yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk
keperluan pembelajaran, namun dapat ditemukan, dipilih dan dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran. Contoh: film, surat kabar, siaran TV, laboratorium,
tenaga ahli, perpustakaan dan lain-lain.
Peserta didik merupakan individu yang memiliki
kemampuan berbeda, maka sedapat mungkin pendidik memberikan perlakuan yang
sesuai dengan karakteristik masing-masing peserta didik. Berdasarkan uraian
diatas pendidik berusaha menggunakan berbagai sumber belajar secara bervariasi
dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada peserta didik untuk
berinteraksi secara aktif dengan sumber-sumber belajar yang ada.
3. Bentuk Bahan Ajar
Menurut
Purnomo (2012:8) Bentuk – bentuk bahan ajar terdiri dari: 1) bahan cetak seperti: buku teks, modul, jurnal,
majalah, buku latihan (lks), lembaran lepas (brosur, leaflet, wallchart). 2) visual:
bagan, grafik, peta, gambar,
transparansi, slide. 3) audio visual seperti: video, film, program
slide-tape, televisi. 4) multi
media: CD interaktif, computer
managed Instruction (CMI), computer Assisted Instruction (CAI), Web
Base (pemanfaatan Internet).
4. Tujuan dan Manfaat bahan ajar
Menurut Depdiknas (2008) Bahan ajar
disusun dengan tujuan: 1) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar
yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial
peserta didik. 2) membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar
disamping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. 3) memudahkan pendidik
dalam melaksanakan pembelajaran.
Menurut Ardiliansyah
(2012:15) Manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang pendidik mengembangkan
bahan ajar sendiri antara lain: (1) diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan
kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik, (2) tidak lagi
tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, (3) bahan
ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai
referensi, (4) menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman pendidik dalam
menulis bahan ajar, (5) bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran
yang efektif antara pendidik dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa
lebih percaya kepada pendidiknya.
Dengan tersedianya
bahan ajar yang bervariasi, maka peserta didik akan mendapatkan manfaat yaitu,
kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik. Peserta didik akan lebih
banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi
ketergantungan terhadap kehadiran pendidik. Peserta didik juga akan
mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya.
E. Microsoft Power Point
1. Pengertian Microsoft Power Point
Microsoft
power point merupakan salah satu aplikasi untuk menyusun presentasi.
Aplikasi ini sangat popular dan banyak digunakan baik oleh professional maupun
pemula diberbagai aktivitas presentasi. Menurut Rusman (2012:300) Microsoft power point adalah sebuah
program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft. Microsoft power
point berjalan di atas atas komputer PC berbasis system operasi Microsoft windows dan juga Apple macintosh yang menggunakan sitem
operasi Appel Mac OS.
2 Power
Point sebagai Software Media Presentasi
Menurut Kariadinata (2010:77) Software pembelajaran memiliki 2
kategori, yaitu software pembelajaran
mandiri (SPM) dan media presentasi pembelajaran (MPP), keduanya bukan buku
teks. Buku teks hanya dijadikan sebagai acuan. SPM adalah media pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan peserta didik dapat
mempelajarinya secara mandiri dengan bantuan yang minimal dari pendidik atau
orang lain. Bahkan tanpa bantuan sama sekali atau belajar sendiri. Karena itu,
dalam membahas atau menguraikan materi pembuat software bersikap seolah-olah sedang berkomunikasi dengan peserta
didik. SPM merupakan software
pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik secara mandiri atau
tanpa bantuan pendidik. Dalam software
pembelajaran mandiri terjadi paduan explicit
knowledge (pengetahuan tertulis yang ada dibuku, artikel, dan lainnya) dan tacit knowledge (know how, rule of thumb, pengalaman pendidik).
Selanjutnya menurut Kusumah (dalam
Kariadinata, 2010) Dalam pembelajaran matematika beberapa topik yang sulit
disampaikan secara konvensional atau sangat membutuhkan akurasi tinggi, dapat
disampaikan dengan bantuan software pembelajaran
elemen-elemen yang ada. Selain itu, perbedaan individual peserta didik, sesuai
dengan kecepatan dan kemampuan belajarnya, dapat dibantu dengan layanan program
komputer yang disesuaikan dengan bahan ajar dan komunikasi yang berlangsung
antara peserta didik dan komputer dibawah fasilitator pendidik yang diwujudkan
dalam bentuk stimulus-respon.
Pendapat ini sejalan dengan Wilson
(dalam Kusumah, 2012) Komputer dengan desain software yang baik dapat menghadirkan presentasi secara berulang
dan dinamis, karakteristik yang tidak dijumpai dalam media lainnya. Presentasi
grafik dengan tampilan menarik dapat dimanipulasi secara leluasa dalam bentuk
representasi visual model matematika.
Sementara Bloom et al (dalam Kusumah,
2012) Grafik resulusi tinggi dan program animasi memiliki potensi yang amat
besar untuk diaplikasikan dalam pembelajaran. Grafik komputer memungkinkan
pendidik mampu membuat diagram dan grafik matematis dengan cara yang mudah dan
dalam waktu yang singkat.
Menurut Rusman (2012:301) Program power point salah satu software yang dirancang khusus untuk
dapat menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan,
mudah dalam penggunaan dan relative murah, karena tidak membutuhkan bahan baku
selain alat untuk menyimpan data. Power
point dapat digunakan melalui beberapa tipe penggunaan: 1) Personal Presentasi: Pada umumnya Power
point digunakan untuk presentasi dalam kelas klasikal learning, seperti kuliah,
training, seminar, workshop. Power point sebagai
alat bantu bagi instruktur/pendidik untuk menyampaikan materi, dan kontrol
pembelajaran terletak pada pendidik/instruktur. 2) Stand Alone: Pada pola penyajiannya ini, Power point dirancang
khusus untuk pembelajaran individual yang bersifat interaktif, meskipun kadar
interaktifnya tidak terlalu tinggi dan power
point mampu menampilkan feedback
yang sudah diprogram. 3) Web Based:
Pola power point ini dapat diformat menjadi file
web (html) sehingga program ini muncul berupa browser yang dapat
menampilkan internet. Hal ini ditunjang dengan adanya fasilitas power point untuk mempublish hasil
kerjaan anda menjadi web.
F.
Volume Benda Putar
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMA/MA
meliputi aspek-aspek : 1) Logika, 2) Aljabar, 3) Geometri, 4) Trigonometri, 5) Kalkulus dan 6) Statistika & Peluang. Volume benda putar salah satu aspek materi matematika yang tergabung dalam kalkulus pada satuan
pendidikan tingkat SMA kelas XII jurusan IPA. Meteri ini dipelajari
peserta didik pada semester gazal yang tergabung dalam standar kompetensi yaitu
menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah, dan kompetensi dasarnya
menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volume
benda putar (Depdiknas, 2006b).
Menurut Varberg dan Purcell
(395:2001), Volume benda diperoleh dengan cara meggerakan suatu benda rata
(alas) sejauh h dengan arah tegak
lurus pada daerah tersebut. Jadi dalam tiap kasus volume benda didefinisikan
sebagai luas alas A dikalikan tinggi h,
yakni



![]() |
![]() |
||||||
|
|||||||
![]() |
|||||||
Gambar 2.2 Balok
dan tabung
Kemudian perhatikan sebuah benda
pejal yang bersifat bahwa penampang-penampangnya tegak lurusnya pada suatu
garis tertentu memiliki luas yang diketahui. khususnya, misalnya garis tersebut
adalah sumbu-x dan diandaikan bahwa
luas penampang di x adlah A(x) dengan a ≤ x ≤ b (Gambar 2.3). Partisi selang [a,b] dengan menyisipkan titik-titik ini tegak lurus pada sumbu x, sehingga mengiris benda menjadi lempengan-lempengan tipis (Gambar 2.4). “Volume” Δ Vi suatu lempeng kira-kira seharusnya
sama seperti suatu tabung, yakni


![]() |
|||
![]() |
Gambar 2.3 Luas
Penampang







|

|
|
















Gambar 2.4 Luas
Penampang dibagi menjadi Partisi-partisi
Dan “Volume”
benda pejal, V seharusnya dapat
dihampiri dengan jumlah Riemann

Bilamana norma
partisi mendekati nol, maka memperoleh suatu integral tertentu; integral ini
didefinisikan sebagai volume benda

Benda Putar, apabila sebuah daerah
rata, yang terletak seluruhnya pada satu sisi dari sebuah garis tetap dalam
bidangnya, diputar mengelilingi garis tersebut, daerah itu akan membentuk
sebuah benda putar. Garis tetap tersebut dinamakan sumbu benda putar.

Gambar
2.5 Luas Penampang
Sebagai ilustrasi, jika daerah yang
dibatasi oleh setengah lingkaran dan garis tengahnya, diputar mengelilingi
garis tengah itu, maka daerah tersebut membentuk sebuah bola padat. Apabila
daerah dalam suatu segitiga siku-siku diputar mengelilingi salah satu kakinya,
daerah itu akan membentuk sebuah kerucut padat (Gambar 2.5). Dalam tiap kasus,
dimungkinkan menyajikan volume itu sebagai suatu integral tertentu.
Sementara Sumargiyani (2006) Volume
benda putar merupakan salah satu materi yang terdapat kalkulus, volume benda
putar ini diperoleh dari perputaran luas bidang sejauh 360 derajat pada sumbu
putar. Pengajaran materi ini peserta didik dihadapkan untuk berpikir atau
menginterprestasikan hasil benda putar dalam ruang dimensi tiga. Padahal dalam
pengajaran gambar yang diperoleh adalah pada ruang dimensi dua. Di dalam
mengajarkan volume benda putar, tidak cukup diterangkan dengan menggambar di
papan tulis saja atau langsung menerapkan rumus volume benda putar. Akan tetapi
peserta didik sebaiknya diajak membayangkan benda ruang yang dimaksud dalam
fikirannya, akibatnya peserta didik dapat menentukan jari-jari, tinggi dan
tebal dari yang dimaksud pada rumus volume benda putar.
Selanjutnya Kusumah (2012:8) Bahan ajar dalam tipe presentasi atau
demontrasi amat baik digunakan untuk menggambarkan suatu proses yang
berlangsung secara berurutan, atau memberikan suatu lukisan yang lama dan
kurang akurat jika disampaikan secara manual. Bahan ajar tipe ini juga bisa
diaplikasikan untuk menunjukkan keteraturan atau sebuah proses. Topik-topik
dalam matematika yang dapat disampaikan melalui demonstrasi, misalnya
transformasi, kesebangunan, simetris, luas daerah, dan volume bangun ruang.
Berdasarkan urain diatas bahwa materi volume benda putar
dapat diajarkan dengan mengembangkan bahan ajar tipe presentasi atau demonstrasi
untuk menggambarkan suatu proses yang berlangsung secar berurutan. Pendapat ini
sejalan dengan Sumargiyana (2006) Pengajaran volume benda putar dengan
pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan cara salah satunya
membangkitkan keteraturan belajar, maksudnya proses belajar – mengajar perlu
diupayakan dirancang agar peserta didik bersifat aktif, kreatif dan dinamis
dalam menghadapi masalah.

METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini dikenal
dengan sebutan development research.
Menurut Van den
Akker (dalam Zukardi & Ilma, 2010)
Penelitian pengembangan didefinisikan sebagai suatu kajian sistematis terhadap
suatu pendesaianan, pengembangan dan pengevaluasian program, proses dan produk
pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, praktikalitas dan
efektivitas.
Adapun tipe penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian formatif, dimana kegiatan
yang dilakukan pada setiap proses pengembangan dengan tujuan untuk memperbaiki
kualitas dari hasil produk. Secara umum tahapan-tahapan yang dilakukan pada
tipe penelitian ini berdasarkan evaluasi formatif
menurut Tessmer (1998:16) sebagai berikut :
|


Gambar 3.1 Alur
desain formative study
B. Tempat & Subjek Penelitian
Tempat penelitiaaan ini adalah SMA Plus
Negeri 2 Banyuasin III tahun pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah
peserta didik kelas XII IPA 2 berjumlah
24 orang peserta didik dengan rincian 7 orang laki-laki dan 17 orang perempuan.
C. Prosedur Penelitian Pengembangan
Prosedur pengembangan bahan
ajar materi ini dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu:
1.
Self Evaluation
a)
Analisis,
Tahap ini meliputi
identifikasi masalah, merumuskan tujuan, analisis kebutuhan sumber belajar,
analisis karakteristik pengguna, merencanakan dan menyusun konten-konten yang
ditampilkan pada materi ajar. Berikut ini penjelasan analisi tersebut: identifikasi
masalah, merumuskan tujuan, analisis kebutuhan belajar, analisi karakteristik
pengguna, dan merencanakan dan menyusun konten-konten yang ditampilkan.
b) Design
Tahap desain produk
dilakukan melalui tahap berikut ini : mendesain isi (content), dan tampilan (lay out) yang disebut paper
base, mengembangkan flow chart, dan tahap computer base menggunakan
software Microsoft office power point. Selanjutnya hasil dari computer
base ini disebut prototype 1.
2. Prototyping (validasi, evaluasi dan
revisi)
Setelah pendesainan
maka akan menghasilkan produk yang dinamakan prototype-prototype. Proses
Prototyping rencananya terdiri dari dua tahap dan tiga siklus yaitu
proses prototyping 1, prototyping 2, prototyping 3. Dan diakhir dari siklus
selalu dilakukan evaluasi dan revisi.
Masing
- masing prototyping harus fokus pada tiga karakteristik utama yaitu isi (content), struktur
dan navigasi (construct) ,dan desain visual (interface/lay out).
Isi yang sesuai dengan silabus materi integral volume benda putar dengan tujuan pembelajaran. Structure (struktur) harus masuk akal dan mengalir, serta
sistematika (bahasa) lebih menekankan kepada kesesuaian EYD. Desain visual berisi aspek visual seperti tampilan tulisan dan
didalamnya terdapat granularity (ikon-ikon) yang dihubungkan dengan hyperlink
yang bebas dan terstruktur untuk membagi-bagi text dalam bab dan subbab
(Akker, 1999:95-96).
Pada
tahapan ini, produk yang telah dibuat akan validasi. Sesuai dengan tahapan evaluasi
formatif menurut Tessmer. Dalam tahap evaluasi
produk ada 3 kelompok uji coba dalam tahap ini yaitu :
a)
Expert Review dan One to one
Hasil desain pada prototype pertama yang dikembangkan
atas dasar self evaluation diberikan pada para pakar (expert review) dan beberapa orang peserta didik (one-to-one) secara
paralel. Dari hasil keduanya dijadikan
bahan revisi. Uji validitas
yang dilakukan adalah uji validitas konten, konstruk dan
desain visual. Uji validitas yang
digunakan berdasarkan pakar. Pakar-pakar materi dan media akan menelaah konten, konstruk dan
desain visual dari masing-masing prototyping. Saran-saran mereka
akan digunakan untuk merevisi dan menyatakan bahwa media yang dihasilkan valid.
Expert review (pakar)
pada tahapan ini akan menguji validitas produk yang dibuat oleh peneliti. Produk yang telah didesain akan dilihat, dinilai
dan dievaluasi oleh pakar. Uji validitas yang akan digunakan adalah uji validitas konten, konstruk dan desain visual. Saran- saran dan komentar yang diberikan oleh pakar akan menjadi bahan
untuk merevisi bahan ajar yang dibuat oleh peneliti. Komentar dan saran dari
para pakar (validator) tentang desain yang telah dibuat oleh peneliti akan
ditulis pada lembar validasi sebagai bahan merevisi dan menyatakan bahwa
perangkat pembelajaran yang dibuat telah valid.
Expert review dalam penelitian ini: 1) Drs. M. Yusuf, M.Pd
(Dosen FKIP UNSRI), 2) Darsono, M.Kom. CCNA. (Guru SMK/Dosen Komputer IAIN), 3)
Julian Supardi, S.Pd, MT. dan 4) Dr. Reza Firsandaya Malik, MT. (Dosen ILKOM
UNSRI).
One-to-one
pada tahap ini akan meminta peserta didik sebagai tester. Uji coba ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat kesulitan-kesulitan
yang mungkin terjadi selama proses menggunakan bahan ajar pada materi tersebut. Komentar dan
saran yang diberikan akan digunakan untuk merevisi desain bahan ajar yang telah
dibuat.
b) Small Group (Kelompok kecil)
Hasil revisi dan komentar dari expert review dan one-to-ne pada prototype 1 dijadikan dasar untuk
merevisi prototype 1 dan
merancang prototype 2. Prototype
2 ini akan di uji cobakan pada tahap small group (kelompok kecil) non
subjek penelitian. Tahap ini
bertujuan untuk melihat kepraktisan dari prototype 2 serta untuk mengetahui kesulitan-kesulitan
yang mungkin selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap small group (kelompok kecil) terdiri dari beberapa orang
peserta didik kelas XII SMA non subjek penelitian
diberikan bahan ajar pada materi yang telah dibuat pada prototype 2. Selama
pembelajaran tersebut, peserta didik tersebut diobservasi dan diminta untuk
memberikan tanggapan terhadap bahan ajar pada materi tersebut.
Berdasarkan hasil observasi dan komentar peserta didik inilah
bahan ajar tersebut direvisi dan diperbaiki lagi. Pada tahap ini juga hasil
dari data observasi akan dievaluasi secara bersamaan dengan melihat tanggapan,
penilaian dan kepraktisan bahan ajar tersebut dan hasilnya tersebut sebagai
masukkan untuk merevisi hasil prototype 3. Hasil prototype 3
inilah yang diharapkan akan menghasilkan bahan ajar yang praktis.
3. Field
Test (Uji Lapangan)
Pada
tahapan ini uji coba dilakukan pada subjek penelitian yang sebenarnya sebagai field test. Bahan ajar pada blog yang diujicobakan pada field test sudah memenuhi kriteria
kualitas. Didalam Akker (1999:126) mengemukakan bahwa ada tiga kriteria
kualitas yaitu validitas (dari pakar dan pendidik matematika), kepraktisan dan
efektifitas (dari peserta didik berupa foto-foto bagaimana peserta didik
menggunakan dan memperoleh pengetahuan pada materi
volume benda putar dan angket tanggapan saat penggunaan produk yang dibuat).
Pada tahapan ini juga diberikan tes uji kompetensi peserta didik untuk melihat potensial efek terhadap kemampuan peserta didik dalam menjawab
soal-soal yang ada.
D. Teknik Pengumpulan Data
Instrument penelitian
adalah alat bantu yang dipilih atau
digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan mudah. Dalam penelitian ini instrument yang
digunakan untuk proses pengembangan produk bahan ajara pada materi adalah walktrough, observasi, angket dan tes
a. Walk trough.
Menurut Nieveen (dalam Ilma, dkk 2011:183) walk trough
adalah suatu cara untuk mengevaluasi atau memvalidasi prototype atau rancangan yang dilakukan oleh ahli pada bidangnya
secara langsung sehingga terbentuk interaksi yang memandu pada perbaikan
rancangan. Data walk trough
berupa analisis lembar
validasi dari para pakar. Aspek
yang dinilai dalam materi secara
umum yaitu: isi (content), struktur dan navigasi (construct), dan
desain visual (interface/lay out).
b. Observasi,
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan
(data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan
(Djaali, 2004). Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk memperoleh data
pengamatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti.
c. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan yang
diberikan kepada orang lain bersedia memberikan
respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan penyebaran
angket ialah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dan
responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak
sesuai dengan kenyataan dalam pengisian. Angket dalam penelitian ini berupa
angket yang bersifat kombinasi tertutup dan terbuka langsung.
Menurut Ilma, dkk (2011:122)
Pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka yaitu pertanyaan yang tertutup dalam
arti responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang disediakan kuesioner
tersebut, kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka menghendaki alasan jawaban
responden dengan uraian secara bebas. Alasan penggunaan angket ini tidak hanya
mengetahui pilihan jawaban dari peserta didik saja, namun lebih ingin mendalami
alasan yang dikemukan peserta didik demi pengembangan produk materi ini menjadi
lebih baik.
Dalam usaha memperoleh data yang
lengkap, berikut ini indikator angket dalam penelitian berkaitan dengan tanggapan atas produk bahan ajar pada materi yang dibuat serta mengetahui
karakteristik produk yang dikembangkan tersebut. Menurut Yuhana, dkk (2008)
Mengetahui karakteristik produk yang dikembangkan sesuai dengan peserta didik
antara lain: 1) adanya petunjuk pengunaan produk yang mudah dimengerti, 2)
peserta didik memahami cara penggunaan produk yang dibuat tersebut, 3) kejelasan teks (huruf dan bahasa) yang
digunakan produk, 4) kualitas gambar pada produk menarik minat, 5) penggunaan
gambar animasi mendukung pemahaman materi, 6) perpaduan komposisi warna yang
sesuai
Angket ini diberikan kepada peserta
didik setelah mencoba menggunakan produk bahan ajar pada materi yang dikembangkan peneliti, jawaban dan komentar peserta
didik dijadikan masukan untuk merevisi pengembangan produk bahan ajar tersebut.
d. Tes
Tes ini dilakukan untuk memperoleh
data hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran berlangsung. Melalui tes
hasil belajar peserta didik dapat diketahui dengan melakukan penilaian kepada
reponden penelitian. Tes ini berlangsung setelah peserta didik melaksanakan
proses pembelajaran menggunakan bahan ajar pada materi, sebelum diuji cobakan saat field test soal-soal pada
bahan ajar tersebut diuji kevalidan dan reliabilitas soal, dan tingkat
kesulitan soal tersebut. Tes dimaksud disini yaitu pengujian bahan ajar pada
subjek sebenarnya (field test). Field
test dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama yaitu peserta
didik mempelajari bahan ajar pada materi
dan mengerjakan latihan soal, pertemuan kedua yaitu peserta didik diminta untuk
mengerjakan soal-soal evaluasi pada materi.
E.
Teknik Analisa Data
Analisis pertama kali berupa lembar validasi
dari para pakar yang diperoleh saat expert
review yang dikenal proses walk
trough . Aspek
yang dinilai dalam materi secara
umum yaitu: isi (content), struktur dan navigasi (construct) ,dan
desain visual (interface/lay out).
Data ini akan dijadikan masukan untuk merevisi produk yang telah dibuat
untuk menilai kevalidan bersamaan dengan dokumentasi saat proses one to one. Data proses walk trough dan dokumentasi one to one ini akan digambarkan secara deskripsi untuk
menggambarkan keadaan produk yang dibuat pada tahap sebelum revisi dan setelah
dilakukan revisi.
Pada tahap observasi
diperoleh data berupa dokumentasi
saat small group
terhadap prototype yang dikembangkan
untuk melihat kepraktisan dan kenyamanan saat menggunakan materi dengan
menggunakan foto. Pada saat ini diperoleh data angket berupa pertanyaan untuk memperoleh informasi/ komentar dari peserta didik
terhadap penggunaan prototype yang dikembangkan.
Data observasi dan angket ini akan digambarkan secara deskripsi untuk
menggambarkan proses pengembangan produk
saat small group.
Setelah diperoleh bahan ajar yang valid dan praktis selanjutnya produk tersebut
di uji cobakan pada proses pembelajaran. Sebelum diuji cobakan pada
pembelajaran soal-soal pada bahan ajar
tersebut diuji cobakan terlebih dahulu untuk melihat kevalidan dan realibilitas
soal tersebut dan tingkat kesulitan soal tersebut.
Selanjutnya proses penggunaan produk bahan ajar dalam
proses pembelajaran, Pada akhir
pembelajaran ini akan diadakan field test
terhadap peserta didik dalam mengerjakan soal-soal pada materi tersebut,
dengan tujuan melihat efek potensial peserta didik dalam menjawab soal yang ada pada materi.
Data hasil tes
peserta didik pada saat field test akan digambarkan secara deskripsi dan
dianalisis.
Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat dua jenis data yang
dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kualitatif tentang pengembangan bahan ajar materi integral yang diperoleh
dari hasil validasi expert review, dan
hasil uji coba one to one dan small group berupa walktrough, observasi, angket. Data kualitatif bertujuan untuk
mengkaji lebih jauh tentang pengembangan bahan ajar pada materi.
Data kuantitatif diperoleh dari
hasil peserta didik dalam mengerjakan soal-soal evaluasi pada materi yang
bertujuan mengetahui efek potensial diperoleh dari hasil tes. Data kuantitatif
dalam penelitian ini dideskripsikan menggunakan teknik persentase untuk
menggambarkan keadaan subjek yang terjadi.

Keterangan : 


Penetapan interval atau kriteria
tinggi rendahnya hasil pengerjaan soal pada blog peserta didik membagi menjadi
skala lima tingkatan sebagai berikut :
hasil pengerjaan soal pada materi > 90 : sangat baik
80 ≤ hasil
pengerjaan soal pada materi ≤ 90
: baik
60 ≤ hasil
pengerjaan soal pada materi < 80 :
cukup
40 ≤ hasil
pengerjaan soal pada materi < 60 : buruk
0 ≤ hasil
pengerjaan soal pada materi < 40 : sangat buruk
Sebelum diuji cobakan pada field test sebenarnya, soal-soal pada
blog dilihat terlebih dahulu tingkat kevalidan, reliabilitas dan tingkat
kesukaran soal pada blog tersebut.
1. Analisis
Validitas dan Reliabilitas
soal
Menurut Ilma (2011: 222) Validitas
mengacu pada ketepatan hasil pengukuran sedangkan reliabilitas mengacu pada
ketetapan hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran. Pengujian validitas
terhadap hasil uji coba dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi
product moment yaitu :

Keterangan:


Menurut Ilma (2011:228) Reliabilitas
berhubungan dengan masalah kepercayaan, yang menunjukan pada suatu pengertian
bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data, untuk menguji reliabilitas dengan menggunakan rumus Kuder dan
Richardos berikut:

Keterangan :



Perhitungan
validitas butir soal dan reliabilitas menggunakan perangkat excel secara
manual. Uji validitas butir soal menggunakan korelasi product moment tiap
skor butir soal dengan skor total. Uji reliabilitas tes digunakan rumus KR 20.
Menurut Ilma (2011:230) Kriteria pengujian validasi dan reliabilitas mengguna
interprestasi kriteria skala mengenai besarnya koefisien korelasi sebagai
berikut:
0,800 ≤ r < 1,00 : sangat tinggi 0,600 ≤ r < 0,800 : tinggi
0,400 ≤ r < 0,600 : cukup 0,200 ≤ r <
0,400 : rendah
0,000 ≤ r < 0,200 : sangat rendah
2. Analisis Tingkat Kesukaran
Menurut Ilma (2011:236) Tingkat
kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan
kualitas butir soal tersebut apakah termasuk mudah, sedang atau sukar. Menurut
Nasoetion (dalam ilma, 2011: 237) Secara sistematis tingkat kesukaran butir
soal dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan :


Indeks tingkat kesukaran butir soal
bergerak antara 0,00 sampai dengan 1,00.
Menurut Fernandes (dalam Ilma 2011:237) Butir soal yang dianggap bermanfaat adalah
butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran dalam kategori sedang. Kategori
tingkat kesukaran butir soal adalah sebagai berikut :




HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian
Hasil dari penelitian pengembangan
ini berupa produk bahan ajar materi integral
volume benda putar. Tahapan yang dilakukan dalam pengembangan bahan ajar ini yaitu planning, design, dan
validation.
1. Tahap Planning
Tahap ini meliputi identifikasi masalah, merumuskan
tujuan, analisis kebutuhan sumber belajar, analisis karakteristik pengguna,
merencanakan dan menyusun konten-konten yang ditampilkan pada materi.
a. Identifikasi masalah dilakukan dengan cara
merefleksi dan membandingkan pembelajaran matematika yang terjadi sekarang
dengan tuntutan kurikulum.
b. Merumuskan tujuan dilakukan setelah mengetahui
permasalah yang dihadapi pada pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil
identifikasi masalah, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan teknologi dan
informasi dan komunikasi mutlak diperlukan dalam proses pembelajaran, baik
sebagai media pembelajaran maupun sumber pembelajaran.
c. Analisis kebutuhan belajar dilakukan dengan dua
alasan, yaitu: (1) pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi, (2) teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan akan
berfungsi sebagai sumber belajar bagi peserta didik.
d. Analisi karakteristik pengguna juga perlu dilakukan
karena pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi, maka penggunanya harus memiliki kemampuan minimal seperti dapat
mengoperasikan komputer.
-
Merencanakan dan menyusun konten-konten yang ditampilkan. Tahap ini
bertujuan untuk mengidentifikasi materi dan konten apa saja yang ditampilkan
dan dipelajari dalam materi. Identifikasi materi dan konten meliputi:
(1) tahap analisis
materi kurikulum yaitu menentukan SK, KD dan SKL. Standar kompetensinya adalah menggunakan
konsep integral dalam pemecahan masalah, sedangkan kompetensi dasarnya adalah
menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volume
benda putar. Selanjutnya standar kompetensi lulusan adalah peserta didik memahami konsep limit, turunan
dan integral
dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri,
serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Dengan uraian penjelasan indikator SKL tersebut adalah dapat menghitung luas daerah dan volume benda putar dengan menggunakan integral. (2) tahap analisis tujuan
pembelajaran materi integral bertujuan untuk mengidentifikasi dan memilih materi
esensial yang dapat ditampilkan agar
kompetensi dasar tercapai oleh peserta didik. Berdasarkan analisis ini bahwa
tujuan pembelajaran matematika materi integral volume benda putar adalah: 1) peserta didik dapat
menggambarkan suatu daerah yang dibatasi oleh beberapa kurva. 2) peserta didik dapat menentukan luas daerah dengan menggunakan
limit jumlah. 3) peserta didik dapat merumuskan
integral tentu untuk menghitung volume benda putar dari daerah yang diputar
terhadap sumbu koordinat.
2. Tahap Design
Tahap ini terbagi dalam
tiga tahap, yaitu:
a.
Mendesain materi
Mendesain materi meliputi desain isi (content), dan tampilan
(lay out). Tahap pendesainan berisi tentang pendesainan materi yang
dimulai dari sketsa gambar pada kertas yang dikenal dengan paper base.
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang isi materi, dan bentuk
tampilannya (lay out) Berikut ini gambaran desain
tampilan (lay out) tersebut :
![]() |
![]() |
Gambar 4.1 Hasil mendesain lay out materi
dan tampilan materi
b. Mengembangkan
flow chart
Flow chart digunakan untuk
menyusun materi pembelajaran matematika. Tahap pengembangan flow
chart untuk menyusun materi dilakukan dengan tujuan untuk
mengembangkan konten-konten yang akan ditampilkan pada setiap ikon pada materi.
Berikut ini gambaran flow chart tersebut :

Gambar 4.2 Hasil pengembangan flow
chart materi
c. Tahap
computer base
Tahap
ini merupakan penuangan ide dari tahapan paper base dan flow chart ke komputer, tahap ini juga dimulai dengan
penuangan ide materi yang telah dirancang ke dalam komputer dengan menuangkan materi bahan ajar tersebut kedalam tampilan slide dengan menggunakan software microsoft office power point. Bahan tersebut meliputi slide-slide integral volume benda putar
yang dilengkapi dengan menu-menu:1) materi berisi pengantar integral volume
benda putar 2) latihan soal, 3) evaluasi dan tindak lanjut berupa, 4)
remedial dan 5) pengayaan.
3. Prototyping (validasi, evaluasi dan revisi)
Setelah pendesainan
maka akan menghasilkan produk yang dinamakan prototype-prototype. Proses
Prototyping rencananya terdiri dari dua tahap dan tiga siklus yaitu
proses prototyping 1, prototyping 2, prototyping 3. Dan diakhir dari
siklus selalu dilakukan evaluasi dan revisi, berikut ini tampilan gambar prototype
1 tersebut :
![]() |
![]() |
Gambar 4.3 Desain
hasil mendesain materi (computer base)
Selanjutnya
hasil dari computer base ini disebut prototype 1. Pada tahap ini produk yang telah dibuat prototype 1 tadi akan validasi. Dalam
tahap validasi ini produk diujicobakan pada 3 kelompok uji coba yaitu para
pakar (expert review), one-to-one dan small group.
1. Expert Review (Evaluasi pakar)
Tahap ini bertujuan memperoleh bahan ajar pada materi yang valid. Uji validitas konten (isi), konstruk dan desain dilakukan dengan validasi oleh pakar, baik pakar materi maupun pakar media untuk prototype
1. Prototype 1 yang ditampilkan sudah berfokus pada tiga
karakteristik utama yaitu isi (content),
struktur dan navigasi (construct), dan desain visual (interface/lay
out). Berdasarkan penjelas tersebut bahwa akan diperoleh kumpulan materi
integral volume benda putar yang disebut dengan prototype 1.
2. One-to-one
Pada
tahap ini prototype 1 diujikan pada one-to-one. Prototype 1 ini diujikan pada beberapa peserta didik kelas XII IPA
SMA non subjek penelitian sebanyak 3 orang. Disini peneliti melihat
kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi selama proses penggunakan bahan ajar
pada materi tersebut, sehingga dapat
memberikan indikasi bahan ajar materi integral volume benda putar tersebut
perlu direvisi atau tidak. Hasil revisi prototype
1 menghasilkan prototype 2 baik materi berdasarkan keputusan revisi expert review dan one to one dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Perubahan Sebelum dan Sesudah Revisi Untuk Prototype
1
Saran
|
Sebelum
Revisi
|
Setelah
Revisi
|
· Indikator materi fokus pada
volume benda putar.
· Materi ditambahkan deret Reiman sebelum
masuk ke volume benda putar.
· Soal latihan fokus pada soal volume benda
putar.
· Susunan menu materi sangat baik hanya perlu
diubah dimulai dengan menu; materi,
latihan, evaluasi.
· Tampilan menu pada materi ditambahkan menu
remedial dan pengayaan.
|
· Indikator pada materi ada 4
· Belum ada
· Ada soal luas daerah untuk soal no.1–4
· Susunan menu : belum teratur
· Belum ada menu remedial dan pengayaan
|
· Indikator pada materi ada 3, untuk
indikator yang ke-3 dihilangkan.
· Animasi ditambahkan
· Soal
latihan no.1- 4 diperbaiki
· Susunan menu diperbaiki sesuai rekomendasi expert
· Ditambahkan menu remedial dan pengayaan yang berisi
soal-soal.
|
· Pewarnaan pada latar belakang (background) disesuaikan dengan jenis
kebutuhan
· Menu-menu pada materi sebaiknya yang
bersifat general/umum
|
·
Warna
latar belakang materi terang mencolok orange diperbaiki
·
Ada
Beberapa menu
|
·
Warna
latar belakang pada materi diperbaiki dengan warna kebutuhan
·
Beberapa
“kata pada menu” diperbaiki dan dihilangkan
|
· Slide diperbanyak untuk setiap pertemuan,
sehingga sesuai dengan waktu yang tersedia.
|
·
Slide
masih sedikit
|
· Slide ditambah terutama untuk slide soal di menu remedial
dan pengayaan
|
·
Merubah
tipe huruf sehingga mudah dibaca
·
Buat
tulisan/gambar tidak keluar dari
bingkai (frame)
|
·
Tipe
huruf ada belum disesuaikan
·
Beberapa
tulisan/gambar keluar dari bingkai (frame)
|
·
Tipe
huruf di sesuai
·
Telah
perbaiki dan ada beberapa gambar dihilangkan.
|
· Buat link untuk setiap materi.
|
Belum ada link setiap
|
· Telah diperbaiki dan dibuat “link”
|
3. Small Group (Kelompok kecil)
Tahap ini juga bertujuan
untuk melihat kepraktisan dari prototype 2 serta untuk mengetahui kesulitan–kesulita yang mungkin selama proses pembelajaran berlangsung. Uji coba prototype
2 dilakukan pada peserta didik dengan
bentuk pembelajaran diskusi kelompok kecil (small
group) yang berjumlah 6 orang peserta didik kelas XII
IPA SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III non subjek penelitian. Revisi prototype 2 ini juga dilakukan
berdasarkan hasil analisis terhadap uji coba small group. Pada prototype
2 perlu diperbaiki dapat dilihat
pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Perubahan Sebelum dan Sesudah Revisi Untuk Prototype
2
Saran
|
Sebelum
Revisi
|
Setelah
Revisi
|
· Penyelesaian soal-soal pada slide diperbaiki dengan kata-kata
muncul bertahap
· Beberapa Menu dan link pada materi belum
berjalan maksimal
· Animasi pada materi dibuat semenarik
mungkin.
· Menu evaluasi, remedial dan pengayaan
dibuat seperti ujian
|
· Penyelesaian soal pada slide muncul sekaligus.
· Menu dan link masih belum berjalan
· Animasi pada materi masih sedikit
· Menu
evaluasi, remedial dan pengayaan belum bisa merekam jawaban peserta didik
|
· Penyelesaian pada
slide sudah muncul bertahap dengan
memperbaiki tampilan animasi slide
tersebut.
· Menu dan link sudah berkerja dengan maksimal.
· Animasi sudah ada dan menarik
dan berjalan
· Menu
evaluasi, remedial dan pengayaan telah bisa merekam jawaban peserta didik
|
Hasil
revisi prototype 2 menghasilkan prototype 3 materi,
berdasarkan keputusan revisi dan small
group dapat dilihat pada tabel 2 dan revisi prototype 2 ini dianggap baik karena memenuhi kriteria valid
dan praktis yang siap diujicobakan. Sebelum penelitian (field test), soal-soal pada bahan ajar pada blog tersebut
diujicobakan pada peserta didik non subjek penelitian dengan tujuan melihat
sejauh mana soal tersebut memenuhi kriteria yang valid dan realibel, dan mengetahui tingkat kesulitan
soal tersebut.
B. Hasil Uji Coba
Soal
1. Uji Coba
Soal Evaluasi
Hasil
perhitungan validitas butir soal dan reliabilitas tes tersebut disajikan pada
tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji
Validitas dan Reliabilitas Soal Evaluasi
Reliabilitas
|
Nomor Soal
|
Validitas
|
||
r11
|
Tingkat
|
rxy
|
Kriteria
|
|
0,6526398
|
Tinggi
|
1
|
0,411196
|
Valid (cukup)
|
2
|
0,45800
|
Valid (cukup)
|
||
3
|
0,41100
|
Valid (cukup)
|
||
4
|
0,46400
|
Valid (cukup)
|
||
5
|
0,46800
|
Valid (cukup)
|
||
6
|
0,57640
|
Valid (cukup)
|
||
7
|
0,45800
|
Valid (cukup)
|
||
8
|
0,46000
|
Valid (cukup)
|
||
9
|
0,42600
|
Valid (cukup)
|
||
10
|
0,51800
|
Valid (cukup)
|
Pada tabel 4.3 terlihat
bahwa besar koefisien reliabilitas r11 = 0,6526398. Menurut
Ilma (2011: 230), instrumen dengan koefisien reliabilitas 0,600 ≤ r < 0,800
termasuk instrumen dengan reliabilitas tinggi. Pada tabel 4.3 nilai rxy
untuk setiap butir soal terletak di
0,400 ≤ r < 0,600 kategori cukup. Dengan demikian untuk setiap butir soal
tes evaluasi dinyatakan valid semua.
Selanjutnya untuk
perhitungan tingkat kesukaran soal, hasil perhitungan disajikan pada tabel 4.4
berikut:
Tabel 4.4 Hasil Uji
Tingkat Kesukaran Soal Evaluasi
Nomor Butir Soal
|
Tingkat Kesukaran
|
1
|
0,750
(sedang)
|
2
|
0,750
(sedang)
|
3
|
0,750
(sedang)
|
4
|
0,583
(sedang)
|
5
|
0,625
(sedang)
|
6
|
0,708
(sedang)
|
7
|
0,750
(sedang)
|
8
|
0,917 (mudah)
|
9
|
0,625 (sedang)
|
10
|
0,667 (sedang)
|
Dari hasil analisis
tersebut menunjukkan bahwa soal evaluasi pada materi telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan pada penelitian.
2.
Uji Coba Soal Remedial
Hasil
perhitungan validitas butir soal remedial serta
reliabilitas tes tersebut disajikan pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji
Validitas dan Reliabilitas Soal Remedial
Reliabilitas
|
Nomor Soal
|
Validitas
|
||
r11
|
Tingkat
|
rxy
|
Kriteria
|
|
0,4381847
|
Cukup
|
1
|
0,645
|
Valid (tinggi)
|
2
|
0,478
|
Valid (cukup)
|
||
3
|
0,478
|
Valid (cukup)
|
||
4
|
0,478
|
Valid (cukup)
|
||
5
|
0,690
|
Valid (tinggi)
|
Pada tabel 4.5 terlihat
bahwa besar koefisien reliabilitas r11 = 0,4381847. Menurut
Ilma (2011: 230), instrumen dengan koefisien reliabilitas 0,400 ≤ r < 0,600
termasuk instrumen dengan reliabilitas cukup. Pada tabel 4.5 nilai rxy
untuk setiap butir soal terletak di
0,400 ≤ r < 0,600 kategori cukup dan 0,600 ≤ r < 0,800 kategori tinggi .
Dengan demikian untuk setiap butir soal remedial dinyatakan valid semua.
Selanjutnya untuk
perhitungan tingkat kesukaran soal remedial, hasil perhitungan disajikan pada
tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji
Tingkat Kesukaran Soal Remedial
Nomor Butir Soal
|
Tingkat Kesukaran
|
1
|
0,792
(mudah)
|
2
|
0,833
(mudah)
|
3
|
0,833
(mudah)
|
4
|
0,833
(mudah)
|
5
|
0,833
(mudah)
|
Dari hasil analisis
tersebut menunjukkan bahwa soal remedial pada materi telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan pada penelitian.
3.
Uji Coba Soal Pengayaan
Hasil
perhitungan validitas butir soal pengayaan serta reliabilitas tes tersebut disajikan pada
tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji
Validitas dan Reliabilitas Soal Pengayaan
Reliabilitas
|
Nomor Soal
|
Validitas
|
||
r11
|
Tingkat
|
rxy
|
Kriteria
|
|
0,4902396
|
Cukup
|
1
|
0,515
|
Valid (cukup)
|
2
|
0,515
|
Valid (cukup)
|
||
3
|
0,599
|
Valid (cukup)
|
||
4
|
0,72
|
Valid (tinggi)
|
||
5
|
0,515
|
Valid (cukup)
|
Pada tabel 4.7 terlihat
bahwa besar koefisien reliabilitas r11 = 0,4902396. Menurut
Ilma (2011: 230), instrumen dengan koefisien reliabilitas 0,400 ≤ r < 0,600
termasuk instrumen dengan reliabilitas cukup. Pada tabel 4.7 nilai rxy
untuk setiap butir soal terletak di
0,400 ≤ r < 0,600 kategori cukup dan 0,600 ≤ r < 0,800 kategori tinggi .
Dengan demikian untuk setiap butir soal pengayaan dinyatakan valid semua.
Selanjutnya untuk
perhitungan tingkat kesukaran soal pengayaan, hasil perhitungan disajikan pada
tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji
Tingkat Kesukaran Soal Pengayaan
Nomor Butir Soal
|
Tingkat Kesukaran
|
1
|
0,375
(sedang)
|
2
|
0,375
(sedang)
|
3
|
0,583
(sedang)
|
4
|
0,583
(sedang)
|
5
|
0,375
(sedang)
|
Dari hasil analisis
tersebut menunjukkan bahwa soal pengayaan pada materi telah memenuhi
karakteristik yang memadai untuk
digunakan pada penelitian.
C. Hasil Field Test (Uji Lapangan)
Setelah diperoleh materi (prototype 3) yang valid dan praktis, kemudian dilakukan uji coba
lapang (field test) untuk melihat
efek potensial dari bahan ajar yang dibuat berdasarkan kemampuan peserta didik menjawab soal-soal pada materi. Tahap ini hanya
berisikan uji keefektifan dari prototype 3. Tahap uji lapangan dilakukan pada subjek penelitian yang
sebenarnya. Uji lapangan ini peserta
didik menggunakan bahan ajar yang ada. Selama kegiatan uji coba field test
tidak terjadi
hambatan,.
Pada akhir peneliti melaksanakan tes uji
coba prototype 3, yang terdiri atas 10 soal evaluasi, kemudian
dilanjutkan 5 soal remedial, dan 5 soal
pengayaan kesemuanya berbentuk pilihan ganda. Hasil jawaban peserta didik berdasarkan pilihan jawabanya dan peserta didik juga diminta untuk menulis
langkah-langkah dalam menjawab soal tersebut di lembar kertas.
Selanjutnya diperoleh data hasil
peserta didik dalam menjawab
soal-soal uji kompetensi ada pada materi yang kembangkan peneliti. Adapun data tentang hasil uji soal evaluasi dari 24
orang peserta didik yang mampu menjawab benar setiap soal no 1 sebanyak 23
orang (96%), soal no 2 sebanyak 24 orang (100%), soal no 3 sebanyak 23 orang
(96%), soal no 4 sebanyak 21 orang (88%), soal no 5 sebanyak 23 orang (96%), soal no 6 sebanyak 13 orang
(54%), soal no 7 sebanyak 21 orang (88%), soal no 8 sebanyak 10 orang (42%),
soal no 9 sebanyak 22 orang (92%), soal no 10 sebanyak 17 orang (71%).
Berdasarkan hasil tersebut diperoleh data evaluasi hasil belajar peserta didik
dalam mengerjakan soal pada tabel 4.9 berikut :
Tabel
4.9 Hasil Uji coba soal evaluasi (field
test)
|
Jumlah peserta didik
|
Persentase (%)
|
Kategori
|
N
> 90
|
3
|
12,50
|
Sangat
baik
|
80 ≤ N ≤ 90
|
17
|
70,83
|
Baik
|
60 ≤ N < 80
|
1
|
4,17
|
Cukup
|
50 ≤ N < 60
|
3
|
12,50
|
rendah
|
0 ≤ N < 50
|
0
|
0
|
Sangat
rendah
|
Jumlah
|
24
|
-
|
-
|
Rata-rata
|
82,1
|
|
Baik
|
Berdasarkan tabel 4.9 terlihat kategori hasil belajar peserta didik
memperoleh 12,50 % (sangat baik), 70,83% (baik), 4,17% (cukup) dan 12,50% (rendah). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa prototype 3 bahan ajar pada materi materi volume benda putar yang sedang dikembangkan sebagai media dan
sumber belajar memiliki efek potensial kemampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal
yang ada pada materi dengan rata-rata 82,1. Hasil evaluasi dijadikan bahan
tindak lanjut untuk peserta didik yang dikategorikan remedial dan pengayaan,
dari data tersebut diatas ternyata peserta didik yang berhak melaksanakan
remedial sebanyak 4 orang peserta didik karena tidak mencapai ketuntasan
minimal (KKM 75) secara individual dan melaksanakan pengayaan sebanyak 3 orang.

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penelitian ini menghasilkan bahan
ajar matematika materi integral volume benda putar yang
valid dan praktis. Kevalidan
terlihat dari hasil
penilaian validator dan uji coba one-one
berdasarkan isi (content) meliputi;
ada gagasan utama, gagasan pendukung yang logis, informasi akurat dan
perangkuman sesuai dengan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Struktur
dan navigasi (construct); bentuk gagasan utama dan pendukung tepat,
garis penghubung bermakna dan ada grafis-grafis mendukung konsep. Desain visual
(interface/lay out); penggunaan warna tepat, jenis huruf mudah dibaca,
ada kualitas tautan, dan ada panduan serta arahan pengguna. Kepraktisannya
terlihat dari observasi small group saat menggunakan produk serta tanggapan setelah menggunakan produk antara
lain peserta didik merasa senang dan menarik terlihat dari antusias mereka
menggunakakan bahan ajar tersebut.
2. Bahan ajar pada materi yang dikembangkan memiliki efek potensial terlihat dari
hasil uji coba field test
antara
lain: i) kemampuan peserta didik menjawab soal pada materi ditunjukkan
tercapainya indikator yaitu : menggambarkan suatu daerah yang dibatasi oleh
kurva, menentukan volume benda putar dengan menggunakan limit jumlah Riemann, merumuskan
dan menghitung volume benda putar dari daerah yang diputar terhadap sumbu koordinat
dengan rata-rata hasil test peserta didik 82, ii) kriteria
tertentu hasil jawaban peserta didik diperoleh dari analisis hasil belajar saat field test penggunaan bahan ajar materi
integral volume benda putar kelas XII IPA 2 SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III
dengan rincian 20 orang peserta didik tuntas dan 4 orang peserta didik tidak
tuntas dengan rincian: 3 orang atau 12,50 % (sangat baik), 17 orang atau 70,83%
(baik), 1 orang atau 4,17% (cukup) dan 3
orang atau 12,50% (rendah),
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1.
Peserta didik dan Pendidik, hendaknya lebih
memanfaatkan fasilitas komputer dalam
pembelajaran sebagai alternatif lain media dan sumber belajar
sesuai dengan paradigma pembelajaran matematika abad 21 berbasis Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Kemudian juga di harapan mampu memberikan
kontribusi dalam menyediakan sarana media dan sumber belajar dengan membuat materi pembelajaran lainnya yang lebih baik
2.
Pemerintah dan Sekolah, hendaknya dapat
meningkatkan fasilitas dan tempat-tempat hotspot
yang lebih luas tidak terbatas di lingkungan sekolah saja (dalam kelas)
melainkan di mana saja sehingga proses memperoleh informasi (pengetahuan) dapat
dilakukan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Akker, J., et al. 1999. Design
Approaches and Tools in Education and Training. Nederlands : Kluwer
Acasemic Publishers.
Ardiliansyah. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Pada
Mobile Learning Materi Trigonometri Kelas X Di Sekolah Menengah Atas. Tesis
pada PPS UNSRI : Perpustakaan UNSRI.
Depdiknas. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah.
________. 2006 b. Peraturan Mentri
Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah.
________. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta
: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
_______. 2013. Pembelajaran Kompetensi Kurikulum 2013.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Tersedia http
://www.kemendiknas.go.id/kemendikbud/pembelajaran-kompetensi-kurikulum-2013 [ 3
Maret 2013]
Dick, W and Carey, L. 1978. The Systematic Design of Instruction. Scott, Foresman and Company,
United States of America.
Djaali. 2004. Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Harja. M. 2013. Pengembangan
Bahan Ajar Interaktif Volume Benda Putar Pada Blog Untuk Peserta didik Sekolah
Menengah Atas. Tesis pada PPS UNSRI:
Perpustakaan UNSRI
Ilma, R.IP., dkk. (2011). Assessment in Mathematics Education.
Palembang : Perpustakaan PPS Universitas Sriwijaya.
Iryanti, P. & Estina, E.
2012. Model Pembelajaran Matematika
Berbasis TIK. Makalah diklat Guru Pengembangan Matematika SMA, tanggal
10-22 Sept 2012, Sumatera Selatan: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan & PPPPTK
Matematika.
Kariadinata, R. 2010. Kemampuan
Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kelas X Melalui
Software Pembelajaran Mandiri. Jurnal
Edukasi Matematika. Vol. 1 No 2 Hal 73-85. Yogyakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan & PPPPTK Matematika.
Kusumah, Y. (2012). Aplikasi Teknologi Information dan
Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Matematis Siswa. Makalah Seminar
Nasional Pendidikan Berbasis ICT Yang Menyenangkan, tanggal 26 Mei 2012. Sumatera
Selatan : Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya.
Moore, K. D. 2005. Effective
Instructional Strategis From Theory to Practice. Sage Publication, Inc.
Thousand Oaks, London, New Delhi.
Paradesa, R.dkk…. 2010. Bahan Ajar kalkulus 2 Menggunakan
Macromedia Flash dan Maple Di STKIP PGRI Lubuklinggau. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 4 No.1 Hal 95-109. Palembang :
PPS Prodi Matematika UNSRI & IndoMS Sumsel.
Purnomo, J. 2012 Pemanfaatan Komputer Sebagai Penunjang
Pembelajaran Matematika. Makalah diklat Guru Pengembangan Matematika SMA, tanggal 10 – 22 September 2012, Sumatera
Selatan : Kementerian
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan & PPPPTK Matematika.
Rasiman. (2008). Efektivitas
Pembelajaran Resource – Based Learning
Berbantuan CD Pembelajaran Pada Materi Program Linear Kelas XI SMK. Prosiding
Konferensi Nasional Matematika XIV di
Universitas Sriwijaya. Palembang : PPS Prodi Matematika UNSRI & IndoMS
Sumsel.
Rusman. Deni K. & Cepi R.
(2012). Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siagian, R. E & Maya N. 2012. Metode Pembelajaran
Inquiry dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Matematika di Tinjau dari
Kreativitas Belajar. Jurnal Formatif.
Vol 2 No 1 Hal. 35-44. Jakarta:LPPM UNINDRA PGRI
Sumargiyani. 2006. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pada Pembahasan Volume Benda Putar
Dengan Pembelajaran Kontekstual. Makalah Seminar Nasional Pendidikan
Matematika dan Pendidikan Matematika, tanggal 24 Nov 2006. Yogyakarta :UNY
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Smaldino, S. E., Deborah, L.L
& James, D. R. 2011. Instructional
Technology & Media For Learning: Teknologi Pembelajaran dan Media Untuk
Belajar. Jakarta: Kencana
Tessmer, M. (1998). Planning and Conducting Formative
Evaluations. Philadelphia London: Kogan Page
Usman. 2013. Pemanfaatan Botol Bekas dan Bayam Merah
sebagai Alat Peraga Paru-paru dan Reagent Alternatif Pada Konsep Respirasi
Serta Aplikasinya Melalui Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Vol XI – No 14 Hal.38-51.
Bandung: P4TK IPA.
Varberg, D. & Purcell, J. E. 2001. Kalkulus Jilid 1: Edisi Ketujuh. Batam:
Inteaksara.
Winarno, dkk. (2009). Teknik Evaluasi Multimedia Pembelajaran.
Yogyakarta : Genius Prima Media.
Yuhana, Y., Ilmiyati, R.,
Hepsi, N. (2008). Model Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer Sebagai
Strategi Untuk Meningkatkan Sikap Pada Siswa SMA. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIV
di Universitas Sriwijaya. Palembang : PPS Prodi Matematika UNSRI
& IndoMS Sumsel.
Zulkardi, & Ilma, R. (2010). Pengembangan
Blog Support Untuk Membantu Siswa Dengan Guru Matematika Indonesia Belajar
PMRI. JIPP Volume 2 (agustus 2010).
Deskriptor
angket bahan ajar berbasis komputer
No
|
Deskriptor
|
Indikator
|
1.
|
Kejelasan Petunjuk
|
§ Penurunan rumus ada petunjuknya
§ Detail dan terperinci
§ Mudah dimengerti
|
2.
|
Pemahaman Penggunaan materi
|
§ Cara penggunaan tidak terlalu
rumit
§ Bahasa yang digunakan mudah
dimengerti
§ Ada alat bantu
|
3.
|
Teks Bacaan
|
§ Kalimat yang memberikan motivasi
§ Huruf jelas dan rapi
§ Bahasa simpel
§ Ada petunjuk tentang rumus
|
4.
|
Tampilan Gambar
|
§ Tampilan gambar mempengaruhi minat
untuk belajar
§ Tidak membuat mata lelah
§ Gambar-gambar bergerak
|
5.
|
Gambar Animasi
|
§ Gambar animasi memperjelas soal
§ Animasi punya makna
§ Animasi sesuai materi yang
disampaikan
|
6.
|
Komposisi Warna
|
§ Warna tidak mencolok
§ Perpaduan warna yang pas
§ Rumus yang penting menggunakan
warna yang berbeda
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tinggal Komentarnya