Kamis, 29 Mei 2014

LKTI BLPT 2014

BAB I
PENDAHULUAN


A.        Latar Belakang
            Penerapan kurikulum 2013 diharapkan mampu merubah paradigma bahwa proses pembelajaran matematika yang berlangsung selama ini, masih banyak didominasi oleh pendidik, dimana pendidik sebagai sumber utama pengetahuan dan peserta didik hanya diberitahu bukan mencari tahu. Keberadaan pendidik dalam suatu lingkungan sekolah memegang peranan penting dalam pembelajaran tidak dapat disangkal lagi. Metode yang digunakan banyak menuntut keaktifan pendidik dalam proses pengajaran di kelas, sehingga peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran seperti hanya mendengar, memperhatikan dan mencatat apa yang diterangkan pendidik di depan kelas. Dan akhirnya peserta didik tidak terlatih untuk berpikir mengembangkan ide memantapkan pemahaman tentang suatu konsep.
            Hasil penelitian TIM pemetaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan (PPMP) Universitas Sriwijaya tahun 2011 tentang Ujian Nasional untuk Provinsi Sumatera Selatan dalam tiga tahun terakhir peserta didik mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep materi integral volume benda putar termasuk yang bermasalah.
            Menurut Siagian & Maya (2012) Kesulitan peserta didik dalam belajar matematika disebabkan oleh cara pendidik menyampaikan materi pelajaran yang sulit diterima peserta didik.  Kenyataan seperti ini membuat pengajaran  menjadi tidak menarik, sehingga peserta didik  tidak tertarik untuk belajar matematika yang pada akhirnya mengakibatkan penguasaan terhadap matematika menjadi relatif rendah. Pengajaran yang berpusat pendidik sudah sewajarnya diubah pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
            Proses pendidikan dan pengajaran yang ideal pada hakikatnya merupakan suatu ajakan seorang pendidik untuk mengantarkannya seorang peserta didik ke tujuan belajarnya dengan cara menyediakan situasi dan kondisi serta fasilitas yang kondusif sehingga lahirlah suatu interaksi edukatif yang harmonis. Dimana pendidik lebih berpesan sebagai organisator, motivator, fasilitator dan evaluator. (Prawoto dalam Usman, 38:2013).  
            Salah satunya strategi untuk mengatasi problem pembelajaran matematika yang terjadi diatas yaitu pendidik dapat memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat sehingga tercapai hasil yang maksimal mungkin. Dalam pembelajaran pendidik harus mengajar seefektif dan mengajar bagaimana peserta didik belajar.
            Menurut Paradesa (2010:95) Tahapan penting dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu peserta didik mencapai kompetensi. Selanjutnya Menurut Moore (2005) Menjabarkan materi pokok dalam bahan ajar yang lengkap dimana isi materi harus dipilih dan diatur agar sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai menjadi tugas pendidik.   
            Bahan ajar saat ini selain buku adalah bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan pada materi pembelajaran. Menurut Dick dan Carey (1978) menyatakan ada dua jenis materi pembelajaran, yaitu materi ajar yang tertulis (written) dan materi ajar yang di mediakan (mediated) atau disebut materi ajar cetak (print material) dan non cetak (non printed). Untuk itu dalam pembelajaran matematika di harapkan materi pembelajaran menggunaan komputer, karena komputer bisa menyajikan materi dalam bentuk grafis dan audio-video, tetapi tidak semua materi pelajaran matematika dalam kurikulum bisa disajikan dalam komputer.  
            Salah satu aplikasi dalam komputer yang dapat membantu proses pembuatan materi pembelajaran matematika yang sangat popular adalah software Microsoft Power Point. Menurut Rusman (295:2012) Microsoft Power Point merupakan program aplikasi presentasi yang polpular dan paling banyak digunakan saat ini untuk berbagai kepentingan presentasi, baik pembelajaran, presentasi produk, meeting, lokakarya dan sebagainya.  
            Penggunaan aplikasi komputer dalam pembelajaran matematika ini sejalan dengan penerapan kurikulum 2013, Menurut Depdiknas (2013) Ciri pembelajaran kurikulum 2013 antara lain: berpusat pada peserta didik, interaktif, jejaring, aktif, kelompok, multimedia dan kritis. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Harja (2013) Dalam proses pembelajaran matematika hendaknya senantiasa menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan pemanfaatan komputer dan internet.
            Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengembangkan bahan ajar matematika integral volume benda putar menggunakan Microsoft Power Point yang berisi materi dan contoh soal, latihan soal, soal evaluasi, soal remedial dan soal pengayaan. Dalam hal ini penulis mengambil judul “ Pengembangan Bahan Ajar Integral Volume Benda Putar Menggunakan Microsoft Power Point Di SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III “.  
      
B.        Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana mengembangkan bahan ajar integral volume benda putar menggunakan  microsoft power point ?
2.      Apakah bahan ajar integral volume benda putar menggunakan  microsoft power point memiliki efek potensial terhadap hasil belajar  di SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III?

C. Tujuan
            Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini, yaitu :
1.      Menghasilkan bahan ajar integral volume benda putar menggunakan  microsoft power point
2.      Melihat efek potensial bahan ajar integral volume benda putar menggunakan  microsoft power point terhadap hasil belajar  di SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III?

D. Manfaat
            Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1.      Sekolah dapat motivasi  untuk meningkatan  pemanfatan dan penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran disekolah
2.      Pendidik dan peserta didik dapat menjadikan bahan ajar ini sebagai alternatife materi pembelajaran matematika materi integral volume benda putar di sekolah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.        Belajar dan Media dalam Pembelajaran
            Menurut Winarno dkk (2009:1) Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang dan berlangsung sepanjang hidupnya (life long education). Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Salah satu pertanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan dalam dirinya. Interaksi yang tejadi dalam proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, antara lain terdiri atas peserta didik, pendidik, petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan atau materi pembelajaran (buku, modul dan sejenisnya) dan berbagai sumber belajar dan fasilitas belajar lainnya.
            Belajar, mengajar dan pembelajaran berhubungan erat sekali dan terjadi bersama-sama secara simultan. Menurut Rasiman (2008:890) Belajar dapat terjadi tanpa pendidik atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain, sedangkan mengajar meliputi segala hal yang pendidik lakukan dalam kelas. Pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya tujuan kurikulum. Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, pendidik, dan peserta didik yaitu saling bertukar informasi.  
            Menurut Depdiknas (2003:9) Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala sesuatu  yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Proses mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.
            Sementara Briggs (dalam Depdiknas, 2003:10) mengartikan media sebagai alat (alat peraga, alat bantu pendidik, alat bantu audio visual) untuk memberikan perangsang bagi peserta didik agar terjadi proses belajar. Berdasarkan definisi diatas penulis mendefinisikan media adalah alat bantu (benda) yang digunakan pendidik untuk mempermudah dalam memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/kongkrit dalam pembelajaran.
            Menurut Heinich dkk (dalam Suherman, 2003:199) Pembelajaran merupakan susunan dari informasi dan lingkungan dalam memfasilitasi belajar. Dengan menggunakan lingkungan ini dimaksudkan metode, media peralatan diperlukan untuk memberikan informasi, dan membimbing peserta didik belajar. Penyusunan informasi dan pembenahan lingkungan belajar  umumnya tanggung jawab dari pendidik dan pendesain media.
            Pemilihan strategi pembelajaran menentukan lingkungan (metode, media, peralatan, dan fasilitas) serta cara informasi itu dirakit dan digunakan. Pendekatan pembelajaran yang dikontrol oleh pendidik tentu sangat dominan, pendidik senantiasa untuk merencanakan proses pembelajaran. Bekerja sama dengan pendidik-pendidik dan ahli media, bagi pendidik dapat mengintegrasikan media ke dalam proses pembelajarannya sehingga dapat berdampak pada peningkatan prestasi peserta didik. Berikut ini hubungan media, pesan dan metoda  terlihat pada gambar 2.1 berikut ini :
 







Gambar 2.1 Hubungan antara media, pesan dan metoda dalam pembelajaran.

            Selanjutnya Arief (dalam Winarno dkk, 2009:2) Menyatakan bahwa media pembelajaran memiliki kegunaan-kegunaan sebagai berikut: 1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2) penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran. 3) penggunaan media dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis (partisipasi peserta didik, umpan balik, dan penguatan). 4) penggunaan media pembelajaran secara tepat dan variasi dapat mengatasi sikap pasif peserta didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk: (a) menimbulkan kegairahan belajar, (b) memungkinkan peserta didik belajar mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya, (c) memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara peserta didik dengan lingkungan dan kenyataan. 5) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti: (a) objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar dan film bingkai, film atau model, (b) objek yang terlalu kecil dapat dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar, (c) gerak yang terlalu cepat atau terlalu lambat dapat dibantu dengan timelapse atau high speed photography, (d) kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa di tampilkan melalui rekaman film, video, film bingkai, (e) objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, atau diagram dan (f) konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.  
            Menurut Heinich dkk (dalam Suherman, 2003:199) Keseluruhan sejarah, media dan teknologi telah mempengaruhi pendidikan. Pada masa kini misalnya komputer telah memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap setting pembelajaran, alat-alat yang demikian menawarkan kemungkinan untuk menjadi lebih baik dalam proses belajar mengajar. Peran pendidik dan peserta didik jelas menjadi berubah karena pengaruh media dan teknologi di dalam kelas. Kini pendidik dan buku bukan lagi menjadi satu-satunya sumber belajar atau ilmu pengetahuan. Pendidik menjadi pengarah untuk akses ke dalam ilmu pengetahuan.
            Dari uraian di atas bahwa pengguna media dapat membantu kelancaran proses belajar mengajar dengan syarat dapat memilih dan menggunakanya, media juga dapat mengatasi beberapa masalah pengajaran dan dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Pergeseran paradigma belajar abad ke–21 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Pendapat ini sejalan dengan  Kemp (dalam Rasiman, 2008:892) Bahwa media pandang dengar (audio visual) seperti film bingkai (slide), film dan lainnya sangat tepat sebagai wahana penyalur pesan dalam proses pembelajaran  komunikasi dalam pendidikan terutama oleh pendidik dan  ahli media. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.

B.        Teori Belajar Mengenai Teknologi dalam Pembelajaran            
            Pentingnya teknologi dan media di dalam proses pembelajaran memainkan peran penting dalam pendidikan, peran pendidik dan peserta didik jelas berubah-ubah karena adanya pengaruh teknologi dalam pembelajaran. Pendidik dan buku teks tidak lagi menjadi sumber seluruh informasi. Pendidik telah menjadi fasilitator pemeroleh informasi, dan para peserta didik hanya dengan beberapa tombol keyboard bisa menjelajahi dunia.
            Teknologi dan media berperan besar dalam proses pembelajaran. Jika pengajarannya berpusat pada pendidik maka teknologi dan media digunakan untuk mendukung penyajian dalam pengajaran, sebaliknya apabila pengajaran berpusat pada peserta didik maka para peserta didik merupakan pengguna utama teknologi dan media
            Berdasarkan pendapat tersebut diatas jelas pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan berorientasi pada pendidik dan pendekatan berorientasi pada peserta didik. Menurut Killen (dalam Smaldino 2011:45) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan yaitu:
1.      Pendekatan pembelajaran berorientasi pada pendidik (teacher centered approaches) yaitu pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai objek dalam pembelajaran dan kegiatan belajar bersifat klasik atau konvensional. Dalam pendekatan ini pendidik menempatkan diri sebagai orang yang serba bisa dan sebagai satu-satunya sumber belajar, pengelolahaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya olehnya. Sedangkan peran peserta didik hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk pendidik, sehingga peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk beraktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya. Selanjutnya pendekatan pembelajaran ini menggunakan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Pada strategi ini peran pendidik sangat menentukan baik dalam pemulihan materi pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran.
2.      Pendekatan pembelajaran berorientasi pada peserta didik (student centered approaches) yaitu pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagi subjek belajar dan belajar bersifat modern. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik, manajemen dan pengelolaannya ditentukan oleh peserta didik. Dan peserta didik memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas, mengembangkan potensinya melalui aktivitas secar langsung sesuai dengan minat dan keinginanya. Selanjutnya pendekatan pembelajaran ini menggunakan  strategi  pembelajaran discovery dan inquiry serta strategi pembelajaran induktif, yaitu pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pada strategi ini peran pendidik lebih menenpatkan diri sebagai fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar peserta didik menjadi lebih terarah.      

            Menurut Rusman (2012:35) Pembelajaran berbasis teknologi dihubungkan dengan teori belajar, maka pembelajaran berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi pada awalnya dilandasi teori behaviouristik, dimana teori ini dipelopori oleh Thorndike (1913), Pavlov (1927), dan Skinner (1974) yang menyatakan bahwa belajar  adalah tingkah laku yang dapat diamati yang di sebabkan adanya stimulus dari luar. Seorang dapat dikatakan belajar dapat ditunjukkan dari perilaku yang dapat dilihat bukan dari apa yang ada dalam pikiran peserta didik.           
            Perkembangan pembelajaran berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dilandasi juga  teori psikologi kognitif yang menyatakan bahwa belajar mencakup penggunaan daya ingat, motivasi dan pikiran, dan refleksi. Psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses internal dan jumlah yang dipelajari tergantung pada kapasitas proses belajar, usaha yang dilakukan selama proses belajar, kedalaman proses tersebut dan struktur pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.
            Munculnya konstruktivisme yang dipelopori oleh Piaget, Brunner dan Vygosky pada awal abad 20-an yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan dan pemahaman tidaklah diperoleh secar pasif akan tetapi dengan cara yang aktif melalui pengalaman personal dan aktivitas eksperimental. Konsep utama konstruktivisme adalah bahwa peserta didik adalah aktif dan mencari untuk membuat pengertian tentang apa yang ia pahami, ini berarti belajar membutuhkan untuk fokus pada skenario berbasis masalah, belajar berbasis proyek, belajar berbasis tim, simulasi, dan penggunaan teknologi (Jollife dalam Rusman, 2012:35).
            Ketiga teori tersebut yaitu behaviouristik, psikologi kognitif dan konstruktivisme inilah mendasari pembelajaran berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini diungkapkan Ertmer and Newby (dalam Rusman, 2012) bahwa ketiga teori belajar tersebut dapat digunakan sebagai taksonomi untuk belajar. Strategi behaviouristik dapat digunakan untuk mengajar “apa” (tentang fakta-fakta), strategi kognitif dapat digunakan untuk mengajar “bagaimana” (tentang proses dan prinsip-prinsip) dan strategi konstruktivisme dapat digunakan untuk mengajar “mengapa” (tingkat berpikir lebih tinggi yang dapat mengangkat makna personal, keadaan, dan belajar konstekstual).
             
C.        Media Komputer Penunjang Pembelajaran Matematika
            Komputer awalnya digunakan amat terbatas, sekarang aplikasi komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana komputasi dan pengelolah kata tetapi juga sangat memungkinkan sebagai sarana belajar untuk keperluan pendidikan.
            Menurut Smaldino (2011:237) Komputer memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi dalam sarana apapun (termasuk catakan, video, rekaman audio dari suara dan musik), Komputer telah menjadi perpustakaan yang tak terbatas. Para peserta didik bisa berkomunikasi secara instan dengan teks, gambar, suara, data, dan audio/video dua arah, dan interaksi yang dihasilkan mengubah peran peserta didik maupun pendidik.
            Selanjutnya Heinich, et al (dalam Kusumah 2012:3) Komputer sebagai alat dan media, banyak memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Terdapat tiga jenis pengguna teknologi komputer dalam proses pembelajaran, antara lain : (1) pengguna yang memanfaatkan komputer untuk penyampaian materi pembelajaran, (2) pengguna yang menyebarluaskan bahan ajar melalui jaringan internet, dan (3) pengguna yang memanfaatkan information technology (IT) atau information communication technology (ICT) sebagai basis komunikasi. 
            Berdasarkan pendapat diatas peran komputer sebagai media pembelajaran adalah menjadi sumber belajar utama dalam mengimplementasikan program pembelajaran disekolah, melalui komputer peserta didik dapat menjalankan aplikasi program yang didukung juga dengan fasilitas penunjang lain yang saat ini berkembang yaitu internet.
            Komputer merupakan jenis media yang secara digital dapat menyediakan respon yang segera terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh peserta didik. Lebih dari itu, komputer memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi sesuai dengan kebutuhannya. Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini telah memungkinkan komputer memuat dan menanyangkan beragam bentuk media didalamnya, karena komputer memiliki komponen pendukung didalamnya.
            Sajian multimedia berbasis komputer dapat diartikan sebagai teknologi yang merekayasa teks, grafik, dan suara dalam sebuah tampilan yang terintegrasi. Dengan tampilan yang dapat mengkombinasikan berbagai informasi dan pesan, komputer dapat dirancang dan digunakan sebagi teknologi yang efektif untuk mempelajari dan mengajarkan materi pembelajaran yang relevan misalnya rancangan grafis dan animasi. Contohnya : penggunaan multimedia berbasis komputer adalah tampilan multimedia dalam bentuk animasi yang memungkinkan peserta didik pada jurusan eksakta, biologi, kimia, dan fisika melakukan percobaan tanpa harus berada dilaboratorium.
            Sementara  Arsyad (dalam Rasiman 2008:893) Mengungkapkan beberapa kelebihan media komputer dalam pembelajaran: (1) komputer dapat mengakomodasi peserta didik yang lamban menerima pelajaran, (2)  komputer merangsang peserta didik untuk mengerjakan latihan atau simulasi karena tersediannya animasi, (3) Kendali belajar ada ditangan peserta didik sehingga kecepatan belajar dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya, (4) kemampuan merekam aktifitas peserta didik selama menggunakan suatu program pembelajaran memberikan kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perseorangan dan perkembangan setiap peserta didik selalu dapat dipantau.
            Berdasarkan uraian diatas bahwa komputer tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran, terutama pembelajaran matematika. Karena komputer telah membawa keuntungan dan kemudahan baik bagi peserta didik dan pendidik. Sebagaimana dikemukakan oleh Fletcher dan Glass (dalam Kariadinata, 2010:73) Potensi komputer sebagai media dalam pembelajaran matematika begitu besar, komputer dapat dimanfaatkan untuk mengatasi perbedaan individual peserta didik, mengajarkan konsep, melaksanakan perhitungan dan menstimulir belajar peserta didik.
              Selanjutnya Maureen Tam (dalam Iryanti & Estina, 2012) Komputer dapat secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thingking skills yang terdiri dari kemampuan mendefinisikan masalah, menilai (judging) suatu informasi, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan yang relevan. Sementara Rice & Wilson (dalam Iryanti & Estina, 2012) Komputer dalam hal ini akan berperan memberikan layanan dalam proses mengumpulkan dan mengkompilasi informasi, inquiry, dan kolaborasi.   

D.        BAHAN AJAR
1.         Pengertian Bahan Ajar Matematika          
Menurut Depdiknas (2003 :7) Bahan merupakan perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan belajar, yang biasanya disajikan menggunakan peralatan tertentu. Contohnya: buku teks, modul, transparansi (OHT), kaset program audio, kaset program video, program slide, film, program pembelajaran berbantuan komputer.
Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan pendidik/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran di kelas, bahan ajar yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Berdasarkan uraian tersebut bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar.
            Selanjutnya menurut Kusumah (2012:8) Bahan ajar dalam tipe presentasi atau demontrasi amat baik digunakan untuk menggambarkan suatu proses yang berlangsung secara berurutan, atau memberikan suatu lukisan yang lama dan kurang akurat jika disampaikan secara manual. Bahan ajar tipe ini juga bisa diaplikasikan untuk menunjukkan keteraturan atau sebuah proses. Topik-topik dalam matematika yang dapat disampaikan melalui demonstrasi, misalnya transformasi, kesebangunan, simetris, luas daerah, dan volume bangun ruang.

2.         Sumber Belajar Berdasarkan Tipe atau asal Usulnya
Menurut Depdiknas (2003:7) Ditinjau dari tipe atau asal usulnya sumber bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua: 1) sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yaitu sumber belajar yang memang sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran. Sumber belajar ini sering disebut bahan pembelajaran. Contohnya adalah buku pelajaran, modul, program audio, program slide suara, transparansi (OHT) dan lain-lain. 2) Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran, namun dapat ditemukan, dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contoh: film, surat kabar, siaran TV, laboratorium, tenaga ahli, perpustakaan dan lain-lain.  
Peserta didik merupakan individu yang memiliki kemampuan berbeda, maka sedapat mungkin pendidik memberikan perlakuan yang sesuai dengan karakteristik masing-masing peserta didik. Berdasarkan uraian diatas pendidik berusaha menggunakan berbagai sumber belajar secara bervariasi dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada peserta didik untuk berinteraksi secara aktif dengan sumber-sumber belajar yang ada.

3.         Bentuk Bahan Ajar
            Menurut Purnomo (2012:8) Bentuk – bentuk bahan ajar terdiri dari: 1) bahan cetak seperti: buku teks, modul, jurnal, majalah, buku latihan (lks), lembaran lepas (brosur, leaflet, wallchart). 2) visual: bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide. 3) audio visual seperti: video, film, program slide-tape, televisi. 4) multi media: CD interaktif, computer managed Instruction (CMI), computer Assisted Instruction (CAI), Web Base (pemanfaatan Internet).

4.         Tujuan dan Manfaat bahan ajar
            Menurut Depdiknas (2008) Bahan ajar disusun dengan tujuan: 1) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik. 2) membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar disamping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. 3) memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran.
Menurut Ardiliansyah (2012:15) Manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang pendidik mengembangkan bahan ajar sendiri antara lain: (1) diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik, (2) tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, (3) bahan ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi, (4) menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman pendidik dalam menulis bahan ajar, (5) bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara pendidik dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada pendidiknya.
Dengan tersedianya bahan ajar yang bervariasi, maka peserta didik akan mendapatkan manfaat yaitu, kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.  Peserta didik akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran pendidik.  Peserta didik juga akan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.

E.        Microsoft Power Point
1.         Pengertian Microsoft Power Point
            Microsoft power point merupakan salah satu aplikasi untuk menyusun presentasi. Aplikasi ini sangat popular dan banyak digunakan baik oleh professional maupun pemula diberbagai aktivitas presentasi. Menurut Rusman (2012:300) Microsoft power point adalah sebuah program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft. Microsoft power point berjalan di atas atas komputer PC berbasis system operasi Microsoft windows dan juga Apple macintosh yang menggunakan sitem operasi Appel Mac OS.

2          Power Point sebagai Software Media Presentasi
            Menurut Kariadinata (2010:77) Software pembelajaran memiliki 2 kategori, yaitu software pembelajaran mandiri (SPM) dan media presentasi pembelajaran (MPP), keduanya bukan buku teks. Buku teks hanya dijadikan sebagai acuan. SPM adalah media pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan peserta didik dapat mempelajarinya secara mandiri dengan bantuan yang minimal dari pendidik atau orang lain. Bahkan tanpa bantuan sama sekali atau belajar sendiri. Karena itu, dalam membahas atau menguraikan materi pembuat software bersikap seolah-olah sedang berkomunikasi dengan peserta didik. SPM merupakan software pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik secara mandiri atau tanpa bantuan pendidik. Dalam software pembelajaran mandiri terjadi paduan explicit knowledge (pengetahuan tertulis yang ada dibuku, artikel, dan lainnya) dan tacit knowledge (know how, rule of thumb, pengalaman pendidik).
            Selanjutnya menurut Kusumah (dalam Kariadinata, 2010) Dalam pembelajaran matematika beberapa topik yang sulit disampaikan secara konvensional atau sangat membutuhkan akurasi tinggi, dapat disampaikan dengan bantuan software pembelajaran elemen-elemen yang ada. Selain itu, perbedaan individual peserta didik, sesuai dengan kecepatan dan kemampuan belajarnya, dapat dibantu dengan layanan program komputer yang disesuaikan dengan bahan ajar dan komunikasi yang berlangsung antara peserta didik dan komputer dibawah fasilitator pendidik yang diwujudkan dalam bentuk stimulus-respon.
            Pendapat ini sejalan dengan Wilson (dalam Kusumah, 2012) Komputer dengan desain software yang baik dapat menghadirkan presentasi secara berulang dan dinamis, karakteristik yang tidak dijumpai dalam media lainnya. Presentasi grafik dengan tampilan menarik dapat dimanipulasi secara leluasa dalam bentuk representasi visual model matematika. Sementara Bloom et al (dalam Kusumah, 2012) Grafik resulusi tinggi dan program animasi memiliki potensi yang amat besar untuk diaplikasikan dalam pembelajaran. Grafik komputer memungkinkan pendidik mampu membuat diagram dan grafik matematis dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang singkat.   
            Menurut Rusman (2012:301) Program power point salah satu software yang dirancang khusus untuk dapat menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan, mudah dalam penggunaan dan relative murah, karena tidak membutuhkan bahan baku selain alat untuk menyimpan data. Power point dapat digunakan melalui beberapa tipe penggunaan: 1) Personal Presentasi: Pada umumnya Power point digunakan untuk presentasi dalam kelas klasikal learning, seperti kuliah, training, seminar, workshop. Power point sebagai alat bantu bagi instruktur/pendidik untuk menyampaikan materi, dan kontrol pembelajaran terletak pada pendidik/instruktur. 2) Stand Alone: Pada pola penyajiannya ini, Power point dirancang khusus untuk pembelajaran individual yang bersifat interaktif, meskipun kadar interaktifnya tidak terlalu tinggi dan power point mampu menampilkan feedback yang sudah diprogram. 3) Web Based: Pola power point ini dapat diformat menjadi file web (html) sehingga program ini muncul berupa browser yang dapat menampilkan internet. Hal ini ditunjang dengan adanya fasilitas power point untuk mempublish hasil kerjaan anda menjadi web.

F.         Volume Benda Putar
            Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMA/MA meliputi aspek-aspek : 1) Logika, 2) Aljabar, 3) Geometri, 4) Trigonometri, 5) Kalkulus dan 6) Statistika & Peluang. Volume benda putar salah satu aspek materi matematika  yang tergabung dalam kalkulus pada satuan pendidikan tingkat  SMA  kelas XII jurusan IPA. Meteri ini dipelajari peserta didik pada semester gazal yang tergabung dalam standar kompetensi yaitu menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah, dan kompetensi dasarnya menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volume benda putar (Depdiknas, 2006b).
            Menurut Varberg dan Purcell (395:2001), Volume benda diperoleh dengan cara meggerakan suatu benda rata (alas) sejauh h dengan arah tegak lurus pada daerah tersebut. Jadi dalam tiap kasus volume benda didefinisikan sebagai luas alas A dikalikan tinggi h, yakni
V = A. h
h
 
 





Gambar 2.2 Balok dan tabung
           
            Kemudian perhatikan sebuah benda pejal yang bersifat bahwa penampang-penampangnya tegak lurusnya pada suatu garis tertentu memiliki luas yang diketahui. khususnya, misalnya garis tersebut adalah sumbu-x dan diandaikan bahwa luas penampang di x adlah A(x) dengan a ≤ x ≤ b (Gambar 2.3). Partisi selang [a,b] dengan menyisipkan titik-titik ini tegak lurus pada sumbu x, sehingga mengiris benda menjadi lempengan-lempengan tipis (Gambar 2.4). “Volume” Δ Vi suatu lempeng kira-kira seharusnya sama seperti suatu tabung, yakni
  
 


           
 






Gambar 2.3 Luas Penampang
 
 
 
111.png

Gambar 2.4 Luas Penampang dibagi menjadi Partisi-partisi

Dan “Volume” benda pejal, V seharusnya dapat dihampiri dengan jumlah Riemann
Bilamana norma partisi mendekati nol, maka memperoleh suatu integral tertentu; integral ini didefinisikan sebagai volume benda
 
            Benda Putar, apabila sebuah daerah rata, yang terletak seluruhnya pada satu sisi dari sebuah garis tetap dalam bidangnya, diputar mengelilingi garis tersebut, daerah itu akan membentuk sebuah benda putar. Garis tetap tersebut dinamakan sumbu benda putar.
 





            Gambar 2.5 Luas Penampang
            Sebagai ilustrasi, jika daerah yang dibatasi oleh setengah lingkaran dan garis tengahnya, diputar mengelilingi garis tengah itu, maka daerah tersebut membentuk sebuah bola padat. Apabila daerah dalam suatu segitiga siku-siku diputar mengelilingi salah satu kakinya, daerah itu akan membentuk sebuah kerucut padat (Gambar 2.5). Dalam tiap kasus, dimungkinkan menyajikan volume itu sebagai suatu integral tertentu.
            Sementara Sumargiyani (2006) Volume benda putar merupakan salah satu materi yang terdapat kalkulus, volume benda putar ini diperoleh dari perputaran luas bidang sejauh 360 derajat pada sumbu putar. Pengajaran materi ini peserta didik dihadapkan untuk berpikir atau menginterprestasikan hasil benda putar dalam ruang dimensi tiga. Padahal dalam pengajaran gambar yang diperoleh adalah pada ruang dimensi dua. Di dalam mengajarkan volume benda putar, tidak cukup diterangkan dengan menggambar di papan tulis saja atau langsung menerapkan rumus volume benda putar. Akan tetapi peserta didik sebaiknya diajak membayangkan benda ruang yang dimaksud dalam fikirannya, akibatnya peserta didik dapat menentukan jari-jari, tinggi dan tebal dari yang dimaksud pada rumus volume benda putar.
              Selanjutnya Kusumah (2012:8) Bahan ajar dalam tipe presentasi atau demontrasi amat baik digunakan untuk menggambarkan suatu proses yang berlangsung secara berurutan, atau memberikan suatu lukisan yang lama dan kurang akurat jika disampaikan secara manual. Bahan ajar tipe ini juga bisa diaplikasikan untuk menunjukkan keteraturan atau sebuah proses. Topik-topik dalam matematika yang dapat disampaikan melalui demonstrasi, misalnya transformasi, kesebangunan, simetris, luas daerah, dan volume bangun ruang.
            Berdasarkan urain diatas bahwa materi volume benda putar dapat diajarkan dengan mengembangkan bahan ajar tipe presentasi atau demonstrasi untuk menggambarkan suatu proses yang berlangsung secar berurutan. Pendapat ini sejalan dengan Sumargiyana (2006) Pengajaran volume benda putar dengan pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan cara salah satunya membangkitkan keteraturan belajar, maksudnya proses belajar – mengajar perlu diupayakan dirancang agar peserta didik bersifat aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi masalah.





BAB III
METODE PENELITIAN


A.        Jenis  Penelitian
Penelitian ini dikenal dengan sebutan development research. Menurut Van den Akker (dalam  Zukardi & Ilma, 2010) Penelitian pengembangan didefinisikan sebagai suatu kajian sistematis terhadap suatu pendesaianan, pengembangan dan pengevaluasian program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, praktikalitas dan efektivitas.
            Adapun tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian formatif, dimana kegiatan yang dilakukan pada setiap proses pengembangan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas dari hasil produk. Secara umum tahapan-tahapan yang dilakukan pada tipe penelitian ini berdasarkan evaluasi formatif menurut Tessmer (1998:16) sebagai berikut :
     
Low Resistance to Revision                                                                 High Resistance to Revisions
 
Gambar 3.1 Alur desain  formative study

B.        Tempat & Subjek Penelitian
   Tempat penelitiaaan ini adalah SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III tahun pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XII IPA 2  berjumlah 24 orang peserta didik dengan rincian 7 orang laki-laki dan 17 orang perempuan.

C.        Prosedur Penelitian Pengembangan
      Prosedur pengembangan bahan ajar materi ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1.         Self Evaluation
a)        Analisis,
Tahap ini meliputi identifikasi masalah, merumuskan tujuan, analisis kebutuhan sumber belajar, analisis karakteristik pengguna, merencanakan dan menyusun konten-konten yang ditampilkan pada materi ajar. Berikut ini penjelasan analisi tersebut: identifikasi masalah, merumuskan tujuan, analisis kebutuhan belajar, analisi karakteristik pengguna, dan merencanakan dan menyusun konten-konten yang ditampilkan.
b)         Design
            Tahap desain produk dilakukan melalui tahap berikut ini : mendesain isi (content),  dan tampilan (lay out) yang disebut paper base, mengembangkan flow chart, dan tahap computer base menggunakan software Microsoft office power point. Selanjutnya hasil dari computer base ini disebut prototype 1.

2.  Prototyping (validasi, evaluasi dan revisi)
            Setelah pendesainan maka akan menghasilkan produk yang dinamakan prototype-prototype. Proses Prototyping rencananya terdiri dari dua tahap dan tiga siklus yaitu proses prototyping  1, prototyping 2,  prototyping 3. Dan diakhir dari siklus selalu dilakukan evaluasi dan revisi.
              Masing - masing prototyping harus fokus pada tiga karakteristik utama yaitu isi (content), struktur dan navigasi (construct) ,dan desain visual (interface/lay out). Isi yang sesuai dengan silabus materi integral volume benda putar dengan tujuan pembelajaran.   Structure (struktur) harus masuk akal dan mengalir, serta sistematika (bahasa) lebih menekankan kepada kesesuaian EYD. Desain visual berisi aspek visual seperti tampilan tulisan dan didalamnya terdapat granularity (ikon-ikon) yang dihubungkan dengan hyperlink yang bebas dan terstruktur untuk membagi-bagi text dalam bab dan subbab (Akker, 1999:95-96). 
            Pada tahapan ini, produk yang telah dibuat akan validasi. Sesuai dengan tahapan evaluasi formatif menurut Tessmer. Dalam tahap evaluasi produk ada 3 kelompok uji coba dalam tahap ini yaitu :
a) Expert Review dan One to one
Hasil desain pada prototype pertama yang dikembangkan atas dasar self evaluation diberikan pada para pakar (expert review) dan beberapa orang peserta didik (one-to-one) secara paralel. Dari hasil keduanya dijadikan bahan revisi. Uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas konten, konstruk dan desain visual. Uji validitas yang digunakan berdasarkan pakar. Pakar-pakar materi dan media akan menelaah konten, konstruk dan desain visual dari masing-masing prototyping. Saran-saran mereka akan digunakan untuk merevisi dan menyatakan bahwa media yang dihasilkan valid.
            Expert review (pakar)  pada tahapan ini akan menguji validitas produk yang dibuat oleh peneliti. Produk yang telah didesain akan dilihat, dinilai dan dievaluasi oleh pakar. Uji validitas yang akan digunakan adalah uji validitas konten, konstruk  dan desain visual. Saran- saran dan komentar yang diberikan oleh pakar akan menjadi bahan untuk merevisi bahan ajar yang dibuat oleh peneliti. Komentar dan saran dari para pakar (validator) tentang desain yang telah dibuat oleh peneliti akan ditulis pada lembar validasi sebagai bahan merevisi dan menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dibuat telah valid.
Expert review dalam penelitian ini: 1) Drs. M. Yusuf, M.Pd (Dosen FKIP UNSRI), 2) Darsono, M.Kom. CCNA. (Guru SMK/Dosen Komputer IAIN), 3) Julian Supardi, S.Pd, MT. dan 4) Dr. Reza Firsandaya Malik, MT. (Dosen ILKOM UNSRI).
            One-to-one  pada tahap ini akan meminta peserta didik sebagai tester. Uji coba ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi selama proses menggunakan bahan ajar pada materi tersebut.  Komentar dan saran yang diberikan akan digunakan untuk merevisi desain bahan ajar yang telah dibuat.
b)         Small Group (Kelompok kecil)
      Hasil revisi dan komentar dari expert review dan one-to-ne pada prototype 1 dijadikan dasar untuk merevisi prototype 1 dan  merancang  prototype 2. Prototype 2 ini akan di uji cobakan pada  tahap small group (kelompok kecil) non subjek penelitian. Tahap ini  bertujuan untuk melihat kepraktisan dari prototype 2 serta untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang mungkin selama proses pembelajaran berlangsung.  Pada tahap small group (kelompok kecil) terdiri dari beberapa orang peserta didik kelas XII SMA non subjek penelitian diberikan bahan ajar pada materi yang telah dibuat pada prototype 2. Selama pembelajaran tersebut, peserta didik tersebut diobservasi dan diminta untuk memberikan tanggapan terhadap bahan ajar pada materi tersebut.
     Berdasarkan hasil observasi dan komentar peserta didik inilah bahan ajar tersebut direvisi dan diperbaiki lagi. Pada tahap ini juga hasil dari data observasi akan dievaluasi secara bersamaan dengan melihat tanggapan, penilaian dan kepraktisan bahan ajar tersebut dan hasilnya tersebut sebagai masukkan untuk merevisi hasil prototype 3. Hasil prototype 3 inilah yang diharapkan akan menghasilkan bahan ajar yang praktis.
3.         Field Test (Uji Lapangan)
                        Pada tahapan ini uji coba dilakukan pada subjek penelitian yang sebenarnya sebagai field test. Bahan ajar pada blog yang diujicobakan pada field test sudah memenuhi kriteria kualitas.  Didalam Akker (1999:126) mengemukakan bahwa ada tiga kriteria kualitas yaitu validitas (dari pakar dan pendidik matematika), kepraktisan dan efektifitas (dari peserta didik berupa foto-foto bagaimana peserta didik menggunakan dan memperoleh pengetahuan pada materi volume benda putar dan angket tanggapan saat penggunaan produk yang dibuat). Pada tahapan ini juga diberikan tes uji kompetensi peserta didik untuk melihat potensial efek terhadap kemampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal yang ada.

D.       Teknik Pengumpulan Data
Instrument penelitian adalah alat bantu  yang dipilih atau digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mudah. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan untuk proses pengembangan produk bahan ajara pada materi adalah walktrough, observasi, angket dan tes

a. Walk trough.
            Menurut Nieveen (dalam  Ilma, dkk 2011:183) walk trough adalah suatu cara untuk mengevaluasi atau memvalidasi prototype atau rancangan yang dilakukan oleh ahli pada bidangnya secara langsung sehingga terbentuk interaksi yang memandu pada perbaikan rancangan. Data walk trough berupa analisis lembar validasi dari para pakar. Aspek yang dinilai dalam  materi secara umum  yaitu: isi (content), struktur dan navigasi (construct), dan desain visual (interface/lay out). 
b.         Observasi,
            Observasi  adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan (Djaali, 2004).  Dalam penelitian  ini observasi digunakan untuk memperoleh data pengamatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti.  
c.         Angket
            Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan  respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan penyebaran angket ialah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian. Angket dalam penelitian ini berupa angket yang bersifat kombinasi tertutup dan terbuka  langsung.
            Menurut Ilma, dkk (2011:122) Pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka yaitu pertanyaan yang tertutup dalam arti responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang disediakan kuesioner tersebut, kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka menghendaki alasan jawaban responden dengan uraian secara bebas. Alasan penggunaan angket ini tidak hanya mengetahui pilihan jawaban dari peserta didik saja, namun lebih ingin mendalami alasan yang dikemukan peserta didik demi pengembangan produk materi ini menjadi lebih baik.
            Dalam usaha memperoleh data yang lengkap, berikut ini indikator angket dalam penelitian berkaitan dengan  tanggapan atas produk bahan ajar pada materi yang dibuat serta mengetahui karakteristik produk yang dikembangkan tersebut. Menurut Yuhana, dkk (2008) Mengetahui karakteristik produk yang dikembangkan sesuai dengan peserta didik antara lain: 1) adanya petunjuk pengunaan produk yang mudah dimengerti, 2) peserta didik memahami cara penggunaan produk yang dibuat tersebut, 3)  kejelasan teks (huruf dan bahasa) yang digunakan produk, 4) kualitas gambar pada produk menarik minat, 5) penggunaan gambar animasi mendukung pemahaman materi, 6) perpaduan komposisi warna yang sesuai
            Angket ini diberikan kepada peserta didik setelah mencoba menggunakan produk bahan ajar pada materi yang dikembangkan peneliti, jawaban dan komentar peserta didik dijadikan masukan untuk merevisi pengembangan produk bahan ajar tersebut.
d.         Tes
            Tes ini dilakukan untuk memperoleh data hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran berlangsung. Melalui tes hasil belajar peserta didik dapat diketahui dengan melakukan penilaian kepada reponden penelitian. Tes ini berlangsung setelah peserta didik melaksanakan proses pembelajaran menggunakan bahan ajar pada materi, sebelum diuji cobakan saat field test  soal-soal pada bahan ajar tersebut diuji kevalidan dan reliabilitas soal, dan tingkat kesulitan soal tersebut. Tes dimaksud disini yaitu pengujian bahan ajar pada subjek sebenarnya (field test). Field test dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama yaitu peserta didik mempelajari bahan ajar pada materi dan mengerjakan latihan soal, pertemuan kedua yaitu peserta didik diminta untuk mengerjakan soal-soal evaluasi pada materi.

E.        Teknik  Analisa Data
            Analisis pertama kali berupa lembar validasi dari para pakar yang diperoleh saat expert review yang dikenal proses walk trough . Aspek yang dinilai dalam  materi secara umum  yaitu: isi (content), struktur dan navigasi (construct) ,dan desain visual (interface/lay out).  Data ini akan dijadikan masukan untuk merevisi produk yang telah dibuat untuk menilai kevalidan bersamaan dengan dokumentasi saat  proses one to one. Data proses walk trough  dan dokumentasi one to one ini akan digambarkan secara deskripsi untuk menggambarkan keadaan produk yang dibuat pada tahap sebelum revisi dan setelah dilakukan revisi.
            Pada tahap observasi diperoleh data berupa dokumentasi saat small group terhadap prototype yang dikembangkan untuk melihat kepraktisan dan kenyamanan saat menggunakan materi dengan menggunakan foto. Pada saat ini diperoleh data angket berupa pertanyaan untuk memperoleh informasi/ komentar dari peserta didik terhadap penggunaan prototype yang dikembangkan. Data observasi dan angket ini akan digambarkan secara deskripsi untuk menggambarkan proses pengembangan produk  saat small group. Setelah diperoleh bahan ajar yang valid dan praktis selanjutnya produk tersebut di uji cobakan pada proses pembelajaran. Sebelum diuji cobakan pada pembelajaran  soal-soal pada bahan ajar tersebut diuji cobakan terlebih dahulu untuk melihat kevalidan dan realibilitas soal tersebut dan tingkat kesulitan soal tersebut.
            Selanjutnya  proses penggunaan produk bahan ajar dalam proses pembelajaran,  Pada akhir pembelajaran ini akan diadakan field test terhadap peserta didik dalam mengerjakan soal-soal pada materi tersebut, dengan tujuan melihat efek potensial peserta didik dalam menjawab soal yang ada pada materi. Data hasil tes peserta didik pada saat field test  akan digambarkan secara deskripsi dan dianalisis.
            Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif tentang pengembangan bahan ajar materi integral yang diperoleh dari hasil validasi expert review, dan hasil uji coba one to one dan small group berupa walktrough, observasi, angket. Data kualitatif bertujuan untuk mengkaji lebih jauh tentang pengembangan bahan ajar pada materi.
            Data kuantitatif diperoleh dari hasil peserta didik dalam mengerjakan soal-soal evaluasi pada materi yang bertujuan mengetahui efek potensial diperoleh dari hasil tes. Data kuantitatif dalam penelitian ini dideskripsikan menggunakan teknik persentase untuk menggambarkan keadaan subjek yang terjadi.
Keterangan :
  
            Penetapan interval atau kriteria tinggi rendahnya hasil pengerjaan soal pada blog peserta didik membagi menjadi skala lima tingkatan sebagai berikut :
 hasil pengerjaan soal pada materi > 90                     : sangat baik
80 ≤ hasil pengerjaan soal pada materi  ≤  90                      : baik
60 ≤ hasil pengerjaan soal pada materi  < 80                       : cukup                       
40 ≤ hasil pengerjaan soal pada materi  < 60                        : buruk
0 ≤ hasil pengerjaan soal pada materi  < 40              : sangat buruk
           
            Sebelum diuji cobakan pada field test sebenarnya, soal-soal pada blog dilihat terlebih dahulu tingkat kevalidan, reliabilitas dan tingkat kesukaran soal pada blog tersebut.  
1.         Analisis Validitas dan Reliabilitas soal
            Menurut Ilma (2011: 222) Validitas mengacu pada ketepatan hasil pengukuran sedangkan reliabilitas mengacu pada ketetapan hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran. Pengujian validitas terhadap hasil uji coba dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment yaitu :
Keterangan:

            Menurut Ilma (2011:228) Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan, yang menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, untuk menguji reliabilitas dengan menggunakan rumus Kuder dan Richardos berikut:
Keterangan :
           
            Perhitungan validitas butir soal dan reliabilitas menggunakan perangkat excel secara manual. Uji validitas butir soal menggunakan korelasi product moment tiap skor butir soal dengan skor total. Uji reliabilitas tes digunakan rumus KR 20. Menurut Ilma (2011:230) Kriteria pengujian validasi dan reliabilitas mengguna interprestasi kriteria skala mengenai besarnya koefisien korelasi sebagai berikut:
0,800 ≤ r < 1,00   : sangat tinggi                     0,600 ≤ r < 0,800 : tinggi
0,400 ≤ r < 0,600 : cukup                                0,200 ≤ r < 0,400 : rendah
0,000 ≤ r < 0,200 : sangat rendah

2. Analisis Tingkat Kesukaran
            Menurut Ilma (2011:236) Tingkat kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan kualitas butir soal tersebut apakah termasuk mudah, sedang atau sukar. Menurut Nasoetion (dalam ilma, 2011: 237) Secara sistematis tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan :
           
            Indeks tingkat kesukaran butir soal bergerak antara 0,00  sampai dengan 1,00. Menurut Fernandes (dalam Ilma 2011:237) Butir soal yang dianggap bermanfaat adalah butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran dalam kategori sedang. Kategori tingkat kesukaran butir soal adalah sebagai berikut :





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


A.        Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian pengembangan ini berupa produk bahan ajar materi integral volume benda putar. Tahapan yang dilakukan dalam pengembangan bahan ajar ini yaitu planning, design, dan validation.
1.    Tahap Planning
       Tahap ini meliputi identifikasi masalah, merumuskan tujuan, analisis kebutuhan sumber belajar, analisis karakteristik pengguna, merencanakan dan menyusun konten-konten yang ditampilkan pada materi.
a.       Identifikasi masalah dilakukan dengan cara merefleksi dan membandingkan pembelajaran matematika yang terjadi sekarang dengan tuntutan kurikulum.
b.      Merumuskan tujuan dilakukan setelah mengetahui permasalah yang dihadapi pada pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan teknologi dan informasi dan komunikasi mutlak diperlukan dalam proses pembelajaran, baik sebagai media pembelajaran maupun sumber pembelajaran.
c.       Analisis kebutuhan belajar dilakukan dengan dua alasan, yaitu: (1) pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, (2) teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan akan berfungsi sebagai sumber belajar bagi peserta didik.
d.      Analisi karakteristik pengguna juga perlu dilakukan karena pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, maka penggunanya harus memiliki kemampuan minimal seperti dapat mengoperasikan komputer.
-          Merencanakan dan menyusun konten-konten yang ditampilkan. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi materi dan konten apa saja yang ditampilkan dan dipelajari dalam materi. Identifikasi materi dan konten meliputi: (1) tahap analisis materi kurikulum yaitu menentukan SK, KD dan SKL. Standar kompetensinya adalah menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah, sedangkan kompetensi dasarnya adalah menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volume benda putar. Selanjutnya standar kompetensi lulusan adalah peserta didik memahami konsep limit, turunan dan integral dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri, serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah. Dengan uraian penjelasan indikator SKL tersebut adalah dapat menghitung luas daerah dan volume benda putar dengan menggunakan integral. (2) tahap analisis tujuan pembelajaran materi integral bertujuan untuk mengidentifikasi dan memilih materi esensial yang dapat ditampilkan agar kompetensi dasar tercapai oleh peserta didik. Berdasarkan analisis ini bahwa tujuan pembelajaran matematika materi integral volume benda putar adalah: 1) peserta didik dapat menggambarkan suatu daerah yang dibatasi oleh beberapa kurva. 2) peserta didik dapat menentukan luas daerah dengan menggunakan limit jumlah. 3) peserta didik dapat merumuskan integral tentu untuk menghitung volume benda putar dari daerah yang diputar terhadap sumbu koordinat.

2.       Tahap Design
Tahap ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu:
a.      Mendesain materi
Mendesain materi meliputi desain isi (content), dan tampilan (lay out). Tahap pendesainan berisi tentang pendesainan materi yang dimulai dari sketsa gambar pada kertas yang dikenal dengan paper base. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang isi materi, dan bentuk tampilannya (lay out) Berikut ini gambaran desain tampilan (lay out) tersebut :     
DSC04318.JPG
gmbr 1.png
            Gambar 4.1 Hasil mendesain lay out materi dan tampilan materi
             
b.     Mengembangkan flow chart
         Flow chart digunakan untuk menyusun materi pembelajaran matematika. Tahap pengembangan flow chart untuk menyusun materi dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan konten-konten yang akan ditampilkan pada setiap ikon pada materi. Berikut ini gambaran flow chart tersebut :  
gmbr2.png
                                    Gambar 4.2  Hasil pengembangan flow chart materi

c.         Tahap computer base
                        Tahap ini merupakan penuangan ide dari tahapan paper base dan flow chart  ke komputer, tahap ini juga dimulai dengan penuangan ide materi yang telah dirancang ke dalam komputer dengan menuangkan materi bahan ajar tersebut kedalam tampilan slide dengan menggunakan software microsoft office power point. Bahan tersebut meliputi slide-slide integral volume benda putar yang dilengkapi dengan menu-menu:1) materi berisi pengantar integral volume benda putar 2) latihan soal, 3) evaluasi dan tindak lanjut berupa,  4)  remedial dan  5) pengayaan.
 3.        Prototyping (validasi, evaluasi dan revisi)  
            Setelah pendesainan maka akan menghasilkan produk yang dinamakan prototype-prototype. Proses Prototyping rencananya terdiri dari dua tahap dan tiga siklus yaitu proses prototyping  1, prototyping 2,  prototyping 3. Dan diakhir dari siklus selalu dilakukan evaluasi dan revisi, berikut ini tampilan gambar prototype 1 tersebut :    
gmbr3.png
Gambar 4.3 Desain hasil mendesain materi (computer base)

            Selanjutnya hasil dari computer base ini disebut prototype 1. Pada tahap ini produk yang telah dibuat prototype 1 tadi akan validasi. Dalam tahap validasi ini produk diujicobakan pada 3 kelompok uji coba yaitu para pakar (expert review), one-to-one dan small group.
1.         Expert Review (Evaluasi pakar)
            Tahap ini bertujuan memperoleh bahan ajar pada materi  yang  valid. Uji validitas konten (isi), konstruk dan desain dilakukan dengan validasi oleh pakar, baik pakar materi maupun pakar media untuk prototype 1. Prototype 1 yang ditampilkan sudah berfokus pada tiga karakteristik utama yaitu isi (content), struktur dan navigasi (construct), dan desain visual (interface/lay out). Berdasarkan penjelas tersebut bahwa akan diperoleh kumpulan materi integral volume benda putar yang disebut dengan prototype 1.
2.         One-to-one
            Pada tahap ini prototype 1 diujikan pada one-to-one. Prototype 1 ini diujikan pada beberapa peserta didik kelas XII IPA SMA non subjek penelitian sebanyak 3 orang. Disini peneliti melihat kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi selama proses penggunakan bahan ajar pada materi tersebut, sehingga dapat memberikan indikasi bahan ajar materi integral volume benda putar tersebut perlu direvisi atau tidak. Hasil revisi prototype 1 menghasilkan prototype 2 baik materi berdasarkan keputusan revisi expert review dan one to one dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Perubahan Sebelum dan Sesudah Revisi Untuk Prototype 1
Saran
Sebelum Revisi
Setelah Revisi
·      Indikator materi fokus pada  volume benda putar.  
·      Materi ditambahkan deret Reiman sebelum masuk ke volume benda putar.
·      Soal latihan fokus pada soal volume benda putar.
·      Susunan menu materi sangat baik hanya perlu diubah dimulai dengan menu;  materi, latihan, evaluasi.
·      Tampilan menu pada materi  ditambahkan menu remedial dan pengayaan.
·      Indikator pada materi ada 4
·      Belum ada


·      Ada soal luas daerah untuk soal no.1–4
·      Susunan menu : belum teratur


·      Belum ada menu remedial dan pengayaan
·      Indikator pada materi ada 3, untuk indikator yang ke-3 dihilangkan.
·      Animasi ditambahkan

·      Soal latihan no.1- 4 diperbaiki

·      Susunan menu diperbaiki sesuai rekomendasi expert


·      Ditambahkan menu  remedial dan pengayaan yang berisi soal-soal.
·      Pewarnaan pada latar belakang (background) disesuaikan dengan jenis kebutuhan
·      Menu-menu pada materi sebaiknya yang bersifat general/umum
·      Warna latar belakang materi terang mencolok orange diperbaiki
·      Ada Beberapa menu

·      Warna latar belakang pada materi diperbaiki dengan warna kebutuhan

·      Beberapa “kata pada menu” diperbaiki dan dihilangkan
·       Slide diperbanyak untuk setiap pertemuan, sehingga sesuai dengan waktu yang tersedia.
·      Slide masih sedikit


·      Slide ditambah terutama untuk slide soal di menu remedial dan pengayaan
·       Merubah tipe huruf sehingga mudah dibaca
·       Buat tulisan/gambar tidak   keluar dari bingkai (frame)
·      Tipe huruf  ada belum disesuaikan
·      Beberapa tulisan/gambar keluar dari bingkai (frame)
·      Tipe huruf di sesuai  

·      Telah perbaiki dan ada beberapa gambar dihilangkan.


·       Buat link untuk setiap materi.
 Belum ada link setiap
·      Telah diperbaiki dan dibuat “link”
3.         Small Group (Kelompok kecil)
Tahap ini juga bertujuan untuk melihat kepraktisan dari prototype 2 serta untuk mengetahui kesulitan–kesulita yang mungkin selama proses pembelajaran berlangsung. Uji coba prototype 2 dilakukan  pada peserta didik dengan bentuk pembelajaran diskusi kelompok kecil (small group) yang berjumlah 6 orang peserta didik kelas XII IPA SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III non subjek penelitian. Revisi prototype 2 ini juga dilakukan berdasarkan hasil analisis terhadap uji coba small group. Pada prototype 2 perlu diperbaiki  dapat dilihat  pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Perubahan Sebelum dan Sesudah Revisi Untuk Prototype 2
Saran
Sebelum Revisi
Setelah Revisi
·      Penyelesaian soal-soal pada slide diperbaiki dengan kata-kata muncul bertahap

·      Beberapa Menu dan link pada materi belum berjalan maksimal
·      Animasi pada materi dibuat semenarik mungkin.
·      Menu evaluasi, remedial dan pengayaan dibuat seperti ujian
·      Penyelesaian soal pada slide muncul sekaligus.



·      Menu dan link masih belum berjalan

·      Animasi pada materi masih sedikit

·      Menu evaluasi, remedial dan pengayaan belum bisa merekam jawaban peserta didik
·      Penyelesaian pada slide sudah muncul bertahap dengan memperbaiki tampilan animasi slide tersebut.
·      Menu dan link sudah berkerja dengan  maksimal.
·      Animasi sudah ada  dan menarik  dan berjalan
·      Menu evaluasi, remedial dan pengayaan telah bisa merekam jawaban peserta didik

Hasil revisi prototype 2 menghasilkan prototype 3  materi, berdasarkan keputusan revisi dan small group dapat dilihat pada tabel 2 dan revisi prototype 2 ini dianggap baik karena memenuhi kriteria valid dan praktis yang siap diujicobakan. Sebelum penelitian (field test), soal-soal pada bahan ajar pada blog tersebut diujicobakan pada peserta didik non subjek penelitian dengan tujuan melihat sejauh mana soal tersebut memenuhi kriteria yang valid dan  realibel, dan mengetahui tingkat kesulitan soal tersebut.

B.  Hasil Uji Coba Soal
1.         Uji Coba Soal Evaluasi
            Hasil perhitungan validitas butir soal dan reliabilitas tes tersebut disajikan pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Evaluasi
Reliabilitas
Nomor Soal
Validitas
r11
Tingkat
rxy
Kriteria
0,6526398
Tinggi
1
0,411196
Valid (cukup)
2
0,45800
Valid (cukup)
3
0,41100
Valid (cukup)
4
0,46400
Valid (cukup)
5
0,46800
Valid (cukup)
6
0,57640
Valid (cukup)
7
0,45800
Valid (cukup)
8
0,46000
Valid (cukup)
9
0,42600
Valid (cukup)
10
0,51800
Valid (cukup)

Pada tabel 4.3 terlihat bahwa besar koefisien reliabilitas r11 = 0,6526398. Menurut Ilma (2011: 230), instrumen dengan koefisien reliabilitas 0,600 ≤ r < 0,800 termasuk instrumen dengan reliabilitas tinggi. Pada tabel 4.3 nilai rxy untuk setiap butir soal  terletak di 0,400 ≤ r < 0,600 kategori cukup. Dengan demikian untuk setiap butir soal tes evaluasi dinyatakan valid semua.
Selanjutnya untuk perhitungan tingkat kesukaran soal, hasil perhitungan disajikan pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Evaluasi
Nomor Butir Soal
Tingkat Kesukaran
1
0,750 (sedang)
2
0,750 (sedang)
3
0,750 (sedang)
4
0,583 (sedang)
5
0,625 (sedang)
6
0,708 (sedang)
7
0,750 (sedang)
8
0,917 (mudah)
9
0,625 (sedang)
10
0,667 (sedang)

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa soal evaluasi pada materi telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk  digunakan pada penelitian.

2.         Uji Coba Soal Remedial
            Hasil perhitungan validitas butir soal remedial serta  reliabilitas tes tersebut disajikan pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Remedial
Reliabilitas
Nomor Soal
Validitas
r11
Tingkat
rxy
Kriteria
0,4381847
Cukup
1
0,645
Valid (tinggi)
2
0,478
Valid (cukup)
3
0,478
Valid (cukup)
4
0,478
Valid (cukup)
5
0,690
Valid (tinggi)
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa besar koefisien reliabilitas r11 = 0,4381847. Menurut Ilma (2011: 230), instrumen dengan koefisien reliabilitas 0,400 ≤ r < 0,600 termasuk instrumen dengan reliabilitas cukup. Pada tabel 4.5 nilai rxy untuk setiap butir soal  terletak di 0,400 ≤ r < 0,600 kategori cukup dan 0,600 ≤ r < 0,800 kategori tinggi . Dengan demikian untuk setiap butir soal remedial dinyatakan valid semua.
Selanjutnya untuk perhitungan tingkat kesukaran soal remedial, hasil perhitungan disajikan pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Remedial
Nomor Butir Soal
Tingkat Kesukaran
1
0,792 (mudah)
2
0,833 (mudah)
3
0,833 (mudah)
4
0,833 (mudah)
5
0,833 (mudah)

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa soal remedial pada materi telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk  digunakan pada penelitian.

3.         Uji Coba Soal Pengayaan
            Hasil perhitungan validitas butir soal pengayaan serta  reliabilitas tes tersebut disajikan pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Pengayaan
Reliabilitas
Nomor Soal
Validitas
r11
Tingkat
rxy
Kriteria
0,4902396
Cukup
1
0,515
Valid (cukup)
2
0,515
Valid (cukup)
3
0,599
Valid (cukup)
4
0,72
Valid (tinggi)
5
0,515
Valid (cukup)

Pada tabel 4.7 terlihat bahwa besar koefisien reliabilitas r11 = 0,4902396. Menurut Ilma (2011: 230), instrumen dengan koefisien reliabilitas 0,400 ≤ r < 0,600 termasuk instrumen dengan reliabilitas cukup. Pada tabel 4.7 nilai rxy untuk setiap butir soal  terletak di 0,400 ≤ r < 0,600 kategori cukup dan 0,600 ≤ r < 0,800 kategori tinggi . Dengan demikian untuk setiap butir soal pengayaan dinyatakan valid semua.
Selanjutnya untuk perhitungan tingkat kesukaran soal pengayaan, hasil perhitungan disajikan pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Pengayaan
Nomor Butir Soal
Tingkat Kesukaran
1
0,375 (sedang)
2
0,375 (sedang)
3
0,583 (sedang)
4
0,583 (sedang)
5
0,375 (sedang)

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa soal pengayaan pada materi telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk  digunakan pada penelitian.

C.      Hasil  Field Test (Uji Lapangan)
            Setelah diperoleh materi (prototype 3) yang valid dan praktis, kemudian dilakukan uji coba lapang (field test) untuk melihat efek potensial dari bahan ajar yang dibuat berdasarkan kemampuan peserta didik menjawab soal-soal pada materi. Tahap ini hanya berisikan uji keefektifan dari prototype 3.       Tahap uji lapangan dilakukan pada subjek penelitian yang sebenarnya. Uji lapangan ini peserta didik menggunakan bahan ajar yang ada. Selama kegiatan uji coba field test  tidak terjadi hambatan,.
            Pada akhir peneliti melaksanakan tes  uji coba prototype 3, yang terdiri atas 10 soal evaluasi, kemudian dilanjutkan  5 soal remedial, dan 5 soal pengayaan kesemuanya berbentuk pilihan ganda. Hasil jawaban peserta didik  berdasarkan pilihan jawabanya dan peserta didik juga diminta untuk menulis langkah-langkah dalam menjawab soal tersebut di lembar kertas.
             Selanjutnya diperoleh data  hasil peserta didik dalam  menjawab soal-soal uji kompetensi ada pada materi yang kembangkan peneliti.  Adapun data tentang hasil uji soal evaluasi dari 24 orang peserta didik yang mampu menjawab benar setiap soal no 1 sebanyak 23 orang (96%), soal no 2 sebanyak 24 orang (100%), soal no 3 sebanyak 23 orang (96%), soal no 4 sebanyak 21 orang (88%), soal no 5 sebanyak  23 orang (96%), soal no 6 sebanyak 13 orang (54%), soal no 7 sebanyak 21 orang (88%), soal no 8 sebanyak 10 orang (42%), soal no 9 sebanyak 22 orang (92%), soal no 10 sebanyak 17 orang (71%). Berdasarkan hasil tersebut diperoleh data evaluasi hasil belajar peserta didik dalam mengerjakan soal pada tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji coba soal evaluasi (field test)

Jumlah peserta didik
Persentase (%)
Kategori
N  > 90
3
12,50
Sangat baik
80 ≤ N ≤ 90
17
70,83
Baik
60 ≤ N < 80
1
4,17
Cukup
50 ≤ N < 60
3
12,50
rendah
0 ≤ N < 50
0
0
Sangat rendah
Jumlah
24
-
-
Rata-rata
82,1

Baik

Berdasarkan tabel 4.9 terlihat kategori hasil belajar peserta didik memperoleh 12,50 % (sangat baik), 70,83% (baik), 4,17% (cukup)  dan 12,50% (rendah). Sehingga dapat disimpulkan bahwa prototype 3 bahan ajar pada materi materi volume benda putar yang sedang dikembangkan sebagai media dan sumber belajar memiliki efek potensial kemampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal yang ada pada materi dengan rata-rata 82,1.             Hasil evaluasi dijadikan bahan tindak lanjut untuk peserta didik yang dikategorikan remedial dan pengayaan, dari data tersebut diatas ternyata peserta didik yang berhak melaksanakan remedial sebanyak 4 orang peserta didik karena tidak mencapai ketuntasan minimal (KKM 75) secara individual dan melaksanakan pengayaan sebanyak 3 orang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Penelitian ini menghasilkan  bahan ajar matematika materi integral volume benda putar yang valid dan praktis. Kevalidan terlihat dari hasil penilaian validator dan uji coba one-one berdasarkan isi (content) meliputi; ada gagasan utama, gagasan pendukung yang logis, informasi akurat dan perangkuman sesuai dengan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Struktur dan navigasi (construct); bentuk gagasan utama dan pendukung tepat, garis penghubung bermakna dan ada grafis-grafis mendukung konsep. Desain visual (interface/lay out); penggunaan warna tepat, jenis huruf mudah dibaca, ada kualitas tautan, dan ada panduan serta arahan pengguna. Kepraktisannya terlihat dari observasi small group saat menggunakan produk serta tanggapan setelah menggunakan produk antara lain peserta didik merasa senang dan menarik terlihat dari antusias mereka menggunakakan bahan ajar tersebut.
2.      Bahan ajar pada materi yang dikembangkan memiliki efek potensial terlihat dari  hasil uji coba field test antara lain: i) kemampuan peserta didik menjawab soal pada materi ditunjukkan tercapainya indikator yaitu : menggambarkan suatu daerah yang dibatasi oleh kurva, menentukan volume benda putar dengan menggunakan limit jumlah Riemann, merumuskan dan menghitung volume benda putar dari daerah yang diputar terhadap sumbu koordinat dengan rata-rata hasil test peserta didik 82, ii) kriteria tertentu hasil jawaban peserta didik diperoleh dari analisis hasil belajar saat field test penggunaan bahan ajar materi integral volume benda putar kelas XII IPA 2 SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III dengan rincian 20 orang peserta didik tuntas dan 4 orang peserta didik tidak tuntas dengan rincian: 3 orang atau 12,50 % (sangat baik), 17 orang atau 70,83% (baik), 1 orang atau  4,17% (cukup)  dan  3 orang atau 12,50% (rendah),
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1.      Peserta didik dan Pendidik, hendaknya lebih memanfaatkan  fasilitas komputer dalam pembelajaran sebagai alternatif lain media dan sumber belajar sesuai dengan paradigma pembelajaran matematika abad 21 berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kemudian juga di harapan mampu memberikan kontribusi dalam menyediakan sarana media dan sumber belajar dengan  membuat materi pembelajaran lainnya yang lebih baik
2.      Pemerintah dan Sekolah, hendaknya dapat meningkatkan fasilitas dan tempat-tempat hotspot yang lebih luas tidak terbatas di lingkungan sekolah saja (dalam kelas) melainkan di mana saja sehingga proses memperoleh informasi (pengetahuan) dapat dilakukan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.



















DAFTAR PUSTAKA

Akker, J., et al. 1999. Design Approaches and Tools in Education and Training. Nederlands : Kluwer Acasemic Publishers.
Ardiliansyah. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Pada Mobile Learning Materi Trigonometri Kelas X Di Sekolah Menengah Atas. Tesis pada PPS UNSRI : Perpustakaan UNSRI.
Depdiknas. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
________. 2006 b. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
________. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
_______.  2013. Pembelajaran Kompetensi Kurikulum 2013. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Tersedia http ://www.kemendiknas.go.id/kemendikbud/pembelajaran-kompetensi-kurikulum-2013 [ 3 Maret 2013] 

Dick, W and Carey, L. 1978. The Systematic Design of Instruction. Scott, Foresman and Company, United States of America.

Djaali. 2004. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Harja. M. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Interaktif Volume Benda Putar Pada Blog Untuk Peserta didik Sekolah Menengah Atas.  Tesis pada PPS UNSRI: Perpustakaan UNSRI

Ilma, R.IP., dkk. (2011). Assessment in Mathematics Education. Palembang : Perpustakaan PPS Universitas Sriwijaya. 
Iryanti, P. & Estina, E. 2012. Model Pembelajaran Matematika Berbasis TIK. Makalah diklat Guru Pengembangan Matematika SMA, tanggal 10-22 Sept 2012, Sumatera Selatan: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan & PPPPTK Matematika.
Kariadinata, R. 2010. Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri. Jurnal Edukasi Matematika. Vol. 1 No 2 Hal 73-85. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan & PPPPTK Matematika.
Kusumah, Y. (2012). Aplikasi Teknologi Information dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa. Makalah Seminar Nasional Pendidikan Berbasis ICT Yang Menyenangkan, tanggal 26 Mei 2012. Sumatera Selatan : Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya.
Moore, K. D. 2005. Effective Instructional Strategis From Theory to Practice. Sage Publication, Inc. Thousand Oaks, London, New Delhi.

Paradesa, R.dkk…. 2010. Bahan Ajar kalkulus 2 Menggunakan Macromedia Flash dan Maple Di STKIP PGRI Lubuklinggau. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 4 No.1 Hal 95-109. Palembang : PPS Prodi Matematika UNSRI & IndoMS Sumsel.

Purnomo, J. 2012 Pemanfaatan Komputer Sebagai Penunjang Pembelajaran Matematika. Makalah diklat Guru Pengembangan Matematika SMA, tanggal 10 – 22 September 2012, Sumatera Selatan : Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan & PPPPTK Matematika.
Rasiman. (2008). Efektivitas Pembelajaran Resource – Based Learning Berbantuan CD Pembelajaran Pada Materi Program Linear Kelas XI SMK. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIV di Universitas Sriwijaya. Palembang : PPS Prodi Matematika UNSRI & IndoMS Sumsel.
Rusman. Deni K. & Cepi R. (2012). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siagian, R. E & Maya N. 2012. Metode Pembelajaran Inquiry dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Matematika di Tinjau dari Kreativitas Belajar. Jurnal Formatif. Vol 2 No 1 Hal. 35-44. Jakarta:LPPM UNINDRA PGRI

Sumargiyani. 2006. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pada Pembahasan Volume Benda Putar Dengan Pembelajaran Kontekstual. Makalah Seminar Nasional Pendidikan Matematika dan Pendidikan Matematika, tanggal 24 Nov 2006. Yogyakarta :UNY
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Smaldino, S. E., Deborah, L.L & James, D. R. 2011. Instructional Technology & Media For Learning: Teknologi Pembelajaran dan Media Untuk Belajar. Jakarta: Kencana
Tessmer, M. (1998). Planning and Conducting Formative Evaluations. Philadelphia London: Kogan Page
Usman. 2013. Pemanfaatan Botol Bekas dan Bayam Merah sebagai Alat Peraga Paru-paru dan Reagent Alternatif Pada Konsep Respirasi Serta Aplikasinya Melalui Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Vol XI – No 14 Hal.38-51. Bandung: P4TK IPA.

Varberg, D. & Purcell, J. E. 2001. Kalkulus Jilid 1: Edisi Ketujuh. Batam: Inteaksara.

Winarno, dkk. (2009). Teknik Evaluasi Multimedia Pembelajaran. Yogyakarta : Genius Prima Media.
Yuhana, Y., Ilmiyati, R., Hepsi, N. (2008). Model Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer Sebagai Strategi Untuk Meningkatkan Sikap Pada Siswa SMA. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIV di Universitas Sriwijaya. Palembang : PPS Prodi Matematika UNSRI & IndoMS Sumsel.
Zulkardi, & Ilma, R. (2010). Pengembangan Blog Support Untuk Membantu Siswa Dengan Guru Matematika Indonesia Belajar PMRI. JIPP Volume 2 (agustus 2010).



















Deskriptor angket bahan ajar berbasis komputer
No
Deskriptor
Indikator
1.
Kejelasan Petunjuk
§  Penurunan rumus ada petunjuknya
§  Detail dan terperinci
§  Mudah dimengerti
2.
Pemahaman Penggunaan materi
§  Cara penggunaan tidak terlalu rumit
§  Bahasa yang digunakan mudah dimengerti
§  Ada alat bantu
3.
Teks Bacaan
§  Kalimat yang memberikan motivasi
§  Huruf jelas dan rapi
§  Bahasa simpel
§  Ada petunjuk tentang rumus
4.
Tampilan Gambar
§  Tampilan gambar mempengaruhi minat untuk belajar
§  Tidak membuat mata lelah
§  Gambar-gambar bergerak
5.
Gambar Animasi
§  Gambar animasi memperjelas soal
§  Animasi punya makna
§  Animasi sesuai materi yang disampaikan
6.
Komposisi Warna
§  Warna tidak mencolok
§  Perpaduan warna yang pas
§  Rumus yang penting menggunakan warna yang berbeda


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tinggal Komentarnya

FACEBOOK

PENGIKUT

BUKU TAMU