Jumat, 30 Maret 2012

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN FILOSOFI KONSTRUKTIVISME


PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN FILOSOFI KONSTRUKTIVISME

Pendahuluan
            Para ahli filsafat berabad-abad berdebat tentang bagaiman manusia memperoleh kebenaran dan  pengetahuan. Pengetahuan dan kebenaran tidak lepas dari istilah epistemologi yaitu bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan, kemudian berkembanglah berberapa aliran cara manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran tersebut. Menurut Rachman (76:2006), sumber-sumber pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui : (a) rasionalisme, berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal. (b) empirisme, berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indera. (c) Realisme, adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek pengetahuan yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri. (d) kritisisme, adalah aliran yang berusaha menjawab persoalan pengetahuan, bertolak dari ruang dan waktu sebagai bentuk pengamatan.
            Terlepas dari kenyataan mengenai sumber-sumber pengetahuan diatas,  apakah pengetahuan itu diperoleh orang yang bersangkutan dari buku-buku atau hasil pemecahan masalah atau dari pemberitahuan orang lain (misalnya guru). Jika pengetahuan itu dimaksudkan untuk dipahami atau dimiliki secara sungguh-sungguh oleh seseorang, maka pengetahuan itu haruslah secara aktif dikonstruksi sendiri oleh orang yang bersangkuan di dalam pikirannya. Sebaliknya jika pengetahuan atau kemampuan itu tidak secara aktif dikonstruksi sendiri oleh orang yang bersangkutan, pengetahuan itu tidak akan bisa dikuasai secara sungguh-sungguh. Dan dalam hal seperti itu, proses belajar yang sungguh-sungguh tidak terjadi dan hasilnya belajar tanpa pemahaman.
            Dengan demikian bicara tentang memperoleh pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari proses struktur berpikir kognitif subjek yang dikonstruksi secara berkelanjutan (terus menerus) dengan interaksi lingkungan ikut mempengaruhi sehingga tercipta struktur kognitif yang kreatif . Proses berpikir ini akhirnya membentuk pengetahuan yang dinamakan teori konstruktivime. Untuk lebih jelas tentang konstruktivisme pada tulisan ini akan dikupas konstruktivime dari sudut pandang filosofis dan psikologis, teori konstruksi pengetahuan, belajar matematika menurut paham konstruktivisme, pembelajaran konstruktivisme dalam matematika, Implementasinya dalam pembelajaran matematika, evaluasi pembelajaran matematika menurut konstruktivisme.

8. The Mystical Mathematics of Hypatia: Introduction to Hypatia; What is a Conic Section


A.     Mistik Matematika dari Hypatia
            Hypatia dari Alexandria adalah wanita pertama untuk memberikan kontribusi besar bagi perkembangan matematika. Hypatia adalah putri dari Theon matematikawan dan filsuf dari Alexandria. Menurut Krant (69:2006) Hypatia (430 SM - 370 SM) adalah putri dari astronom dan ahli matematika Theon, dan istri dari    filsuf  Isidrus, ia berkembang selama masa pemerintahan Kaisar Arcadius. Para sejarawan percaya bahwa Theon berusaha mejadikan putrinya menjadi "manusia sempurna", yang memiliki kelebihan kecantikan fisik dan kecerdasan. Sehingga dia memiliki karunia fisik yang luar biasa dan berprestasi. Hypatia adalah seorang sarjana yang berdedikasi dan memiliki kecerdasan yang menjulang dan menjadi sukses lebih dari ayah dan guru-gurunya dan menjadi cahaya intelektual terkemuka dari Alexandria (Mesir). 
            Hypatia menjadi kepala sekolah Platonis di Aleksandria pada sekitar 400 M. Di sana ia mengajar matematika dan filsafat, dalam mengajar khususnya filsafat Neoplatonisme. Hypatia berdasarkan ajaran Plotinus (pendiri Neoplatonisme), dan Iamblichus yang adalah seorang pengembang Neoplatonisme sekitar 300 M. Plotinus mengajarkan bahwa ada suatu realitas terakhir yang berada di luar jangkauan pikiran atau bahasa. Tujuan hidup adalah untuk bertujuan ini realitas yang tak pernah dapat dijelaskan dengan tepat. Berikut fatwa hypatia kepada murid-muridnya yang berpengaruh pada saat tersebut :

Perkembangan Kognitif Piaget


Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget

            Kunci utama teori Piaget yang harus diketahui guru matematika yaitu bahwasanya perkembangan kognitif seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh si siswa itu dapat memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya, dalam arti bagaimana ia mengaitkan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengalaman barunya. Menurut Piaget, ada tiga aspek pad perkembangan kognitif seseorang, yaitu: struktur, isi, dan fungsi kognitif.
            Struktur kognitif, skema atau skemata (schema) menurut Piaget, merupakan organisasi mental yang terbentuk pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Isi kognitif merupakan pola tingkah laku seseorang yang tercermin pada saat ia merespon berbagai masalah, sedangkan fungsi kognitif merupakan cara yang digunakan seseorang untuk mengembangkan tingkat intelektualnya, yang terdiri atas organisasi dan adaptasi. Dua proses yang termasuk adaptasi adalah asimilasi dan akomodasi. Pembahasan lebih rinci tentang hal ini akan dimulai dari empat tahap perkembangan kognitif berikut ini.

Kamis, 15 Maret 2012

Teori Psikologi Gestalt


Teori Psikologi Gestalt


A. PENDAHULUAN

            Max Wertheimer (1880-1943) adalah seseorang yang dianggap sebagai pendiri teori psikologi Gestalt, tetapi ia bekerjasama dengan dua orang temannya, yaitu Kurt Koffka (1886- 1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Ketiga tokoh ini memiliki pemikiran yang sama atau searah. Kata Gestalt sesungguhnya telah ada sebelum Wertheimer dan kawan-kawan menggunakannya sebagai nama. Palland (dari Belanda) mengemukakan bahwa pengertian Gestalt telah dikemukakan sejak zaman Yunani Kuno. Menurut Palland, Plato dalam uraiannya mengenai ilmu pasti (matematika) telah menunjukkan bahwa dalam kesatuan bentuk terdapat bagian-bagian atau sifat-sifat yang tidak dapat terlihat pada bagian-bagiannya. Watson sebagai tokoh aliran behaviorisme menentang Wundt (strukturalisme), sementara itu di Jerman juga terjadi arus yang menentang hal yang dikemukakan oleh Wundt dan Tithecener atau kaum strukturalis pada umumnya, yaitu aliran Gestalt yang dipelopori oleh Max Wertheimer dengan artikelnya “On Apparent Movement”, yang terbit pada tahun 1912. Aliran ini juga menentang aliran behaviorisme yang memiliki pandangan yang elementaristik.
            Menurut Gestalt, baik strukturalisme maupun behaviorisme kedua-duanya melakukan kesalahan, yaitu karena mengadakan atau menggunakan reductionistic approach, artinya keduanya mencoba membagi pokok bahasan menjadi elemen-elemen. Strukturalisme mereduksi perilaku dan berpikir sebagai elemen dasar, sedangkan behaviorisme mereduksi perilaku menjadi kebiasaan (habits), respons berkondisi atau secara umum dapat dikemukakan hubungan stimulus-respon. Aliran Gestalt tidak setuju mengenai reduksi ini.
            Pandangan pokok psikologi Gestalt adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya sebagai phi phenomenon. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak. Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian, maka dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas individu untuk menentukan hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi, kemudian berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam psikologi belajar.
           

Kamis, 08 Maret 2012

Teori Belajar Bermakna


TEORI BELAJAR BERMAKNA MENURUT DAVID P. AUSUBEL
Media harja, 20112512023


1.       PENDAHULUAN
           
            Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna (meaningful-learning). Apa pengertian belajar hafalan? Apa pengertian belajar bermakna (meaningful-learning)?

1.                   Belajar Hafalan

Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Bell (1978) mengenai belajar hafalan (rote-learning): “… , if the learner’s intention is to memorise it verbatim, i.e., as a series of arbitrarily related word, both the learning process and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless” (p.132). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya.
2.                   Belajar Bermakna
Tugas guru adalah membantu memfasilitasi siswa sehingga bilangan pertama tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut dengan belajar yang tidak bermakna (rote learning). Berdasar contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajaridan dipahami para siswa jika guru mampu untuk memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel.

            Dari apa yang dipaparkan di atas jelaslah bahwa untuk dapat menguasai materi matematika, seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya. Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational
psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah, menurut Ausubel, bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Disamping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topic baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.

2.       PEMBAHASAN

            Menurut Ausubel dalam (Dahar, 1988: 134) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
            Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
            Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.
            Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
            Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
            Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
            Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, integrative reconciliation, dan consolidation.
Empat type belajar menurut Ausubel , yaitu:
  1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi  pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
  2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
  3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
  4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir , kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
  1. Belajar  menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memilki strategi belajar bermakna.
  2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
  3. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa

SUMBER
Shadiq, F & Mustajab, N.A. 2011. Penerapan Teori Belajar Dalam Pembelajaran Matematika Di SD. Yogjakarta : Depdiknas.
Siroj, Rusdy A. 2006. Teori-teori Belajar-Mengajar Matematika (Diktat bahan pelatihan guru   matematika SMP kota Palembang). Palembang : Depdiknas

Senin, 05 Maret 2012

Praktek TIK


    Total  Nilai
Kompetensi Dasar   Nilai Rata2
SKBM   700 70
Skor Maksimum   100 100
Nama Siswa NIS    
Alpa Seftiano 430 421               84
Amir Hidayahtullah 431 408               82
Andriono 433 408               82
Biduri Bulan 439 421               84
Dessy Debora 442 410               82
Dwi Meytiani 450 412               82
Febri Veni 454 412               82
Fitri Yanti 455 412               82
Gita Sriulan Dilarasati 459 421               84
Heni Kurnia 461 420               84
Ica Ayu Nuraini Lestari 463 421               84
Indah Rahma Sari Ludia 466 0 #DIV/0!
Jerry Lorenza 469 415               83
Meizandy Pradhana Prasetyo 478 415               83
Mia Aninda Kirana 482 419               84
Mohammad Arief Abadi 483 412               82
Mugi Lestari 484 419               84
Resda Cintami Laksana 497 425               85
Riska Septiana Dewi 500 411               82
Satria Aidil Rulis 505 425               85
Sundari 509 418               84
Ulul Aziz 515 415               83



    Total  Nilai
Kompetensi Dasar   Nilai Rata2
SKBM     80
Skor Maksimum   100 100
Nama Siswa NIS    
Anggun Zalela 435 445 89
Cintia Devi 440 470 94
Deby Donansah 441 470 94
Dwi Anugrah Wardani 448 440 88
Eko Desti Deni Ansyah 451 400 80
Ilham Munawar H.F 464 399 79,8
Irma Damayanti 467 455 91
Luthvi Anjar Jati Pratama 474 400 80
Melia Dwi Putri Heni Hidayati 479 460 92
Muhammad Rizky Dzulriandi 487 470 94
Nur'aini 489 400 80
Prio Adi Prasongko 490 400 80
Puji Lestari 491 450 90
Rafhika Nurul Thoiyibah 493 425 85
Riki Jaya 498 475 95
Ristiani 502 460 92
Rizka Yulia Artanti 503 430 86
Sri Minarti 508 450 90
Tri Wuri Handayani 512 470 94
Uthami Widya Garini 516 435 87
Yunita Irani 519 475 95



    Total  Nilai
Kompetensi Dasar   Nilai Rata2
SKBM   700 70
Skor Maksimum   100 100
Nama Siswa NIS    
Adet Wildan Syainudin Nuraris 425 431 86,2
Agnes Larasati 427 417 83,4
Anisa Marsella 436 419 83,8
Bayu Gilang Perkasa 437 423 84,6
Bella Septiani 438 419 83,8
Dwi Hawa Yulianti 449 437 87,4
Eli Haryati  452 445 89
Fitriya Pratiwi 456 450 90
Fransisca Cintya Dewi 457 445 89
Hari Pangestu 460 437 87,4
I Dewa Made Satrie Wibawe 462 445 89
Indah Kartika Ratri 465 419 83,8
Lassyka Riar Tri Febsu 471 0 #DIV/0!
Lucyana Dwi Fransisca Tanjung 473 445 89
M. Iqbal Dzikriansyah 475 421 84,2
Mardiyah Tul Karima 476 414 82,8
Mey Dey Tiara 481 440 88
Muhammad Hendi Komarudin 485 433 86,6
Rahma Noora Firdayani 493 415 83
Santi Marselina Napitupulu 504 437 87,4
Septi Rayi Zubaidah 506 426 85,2
Syafrian Restiadi 510 445 89
Tiara Delvika Rany 511 436 87,2
Ulfah Putri Utami  514 429 85,8



    Total  Nilai
Kompetensi Dasar   Nilai Rata2
SKBM      
Skor Maksimum   100 100
Nama Siswa NIS    
Abi Muji Prawidiyanti 424 879 91
Affandi 426 846 84
Ahmad Jarnawi 428 878 90
Akhid Luthfia Winarni 429 889 92
Angga Wijaya 434 884 90
Devi Kurnia Pasari 443 888 89
Dhyas Brammantio 444 849 81
Dini Apriliyana 445   #DIV/0!
Diniar Kurnia Elva 446 856 82
Jeni Fidi Astuti 468 913 89
Karta Sari Genti 470 935 93
Lia Istina 472 927 91
Marlisa 477 907 86
Muhammad Ridho Mario 486 941 91
Nia Indah Pratiwi 488 953 93
Ratih Rahmaliah 495 905 82
Ratih Wulandari  496 946 90
Rini Acebeli 499 914 83
Sigit Youngki Wijaya 507 972 93
Tria Emerlin 513 963 90
Vivi Permatasari 517 967 90
Winda Agusthia 520 995 95
Yuhelensi 518 963 89

FACEBOOK

PENGIKUT

BUKU TAMU