TEORI BELAJAR BERMAKNA MENURUT DAVID
P. AUSUBEL
Media
harja, 20112512023
1. PENDAHULUAN
Teori
belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya.
Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning)
dan belajar bermakna (meaningful-learning). Apa pengertian belajar hafalan?
Apa pengertian belajar bermakna (meaningful-learning)?
1.
Belajar
Hafalan
Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Bell
(1978) mengenai belajar hafalan (rote-learning): “… , if the
learner’s intention is to memorise it verbatim, i.e., as a series of
arbitrarily related word, both the learning process and the learning outcome
must necessarily be rote and meaningless” (p.132). Jika seorang siswa berkeinginan
untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses
maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan
tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya.
2.
Belajar
Bermakna
Tugas guru adalah membantu memfasilitasi siswa sehingga bilangan
pertama tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Jika seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut dengan
belajar yang tidak bermakna (rote learning). Berdasar contoh di atas, dapatlah
disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajaridan
dipahami para siswa jika guru mampu untuk memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian
sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang
sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning)
yang telah digagas David P Ausubel.
Dari apa
yang dipaparkan di atas jelaslah bahwa untuk dapat menguasai materi matematika,
seorang siswa harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah
itu, siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang sudah dipunyainya. Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana
dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational
psychology to just one principle, I
would say this: The most important single factor influencing learning is what
the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah, menurut Ausubel, bahwa
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya
suatu proses pembelajaran. Disamping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek,
mengingatkan kembali ataupun memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum
ia memulai membahas topic baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat
berkait dengan pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar
bermakna tersebut.
2. PEMBAHASAN
Menurut Ausubel dalam (Dahar, 1988:
134) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui
penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk
final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian
atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana
cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur
kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika
siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan
konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini
terjadi belajar hafalan.
Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur
kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang
studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif
menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru
masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang
terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka
arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung
bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan,
dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan
retensi.
Menurut
Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema
yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema
yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi
apa yang ia pelajari sendiri.
Teori
Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya
menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya
menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian
yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu
siswa aktif.
Ausubel
berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui
proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel
beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di
tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam
kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka
kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel,
lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi,
diagram, dan ilustrasi.
Inti
dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan
hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru
dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur
kognisi siswa.
Langkah-langkah
yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah
sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, integrative
reconciliation, dan consolidation.
Empat type belajar menurut Ausubel ,
yaitu:
- Belajar
dengan penemuan yang bermakna yaitu
mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi
pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu
menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan
baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
- Belajar
dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu
pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
- Belajar
menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu
materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa
sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
- Belajar
menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu
materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa
sampai bentuk akhir , kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia
miliki.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi
bermakna menurut Ausubel, yaitu:
- Belajar
menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memilki strategi
belajar bermakna.
- Tugas-tugas
belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa
- Tugas-tugas
belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual
siswa
SUMBER
Shadiq, F &
Mustajab, N.A. 2011. Penerapan Teori
Belajar Dalam Pembelajaran Matematika Di SD. Yogjakarta : Depdiknas.
Siroj, Rusdy A. 2006.
Teori-teori Belajar-Mengajar Matematika (Diktat bahan pelatihan
guru matematika SMP kota Palembang). Palembang : Depdiknas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tinggal Komentarnya