Teori Psikologi Gestalt
A. PENDAHULUAN
Max
Wertheimer (1880-1943) adalah seseorang yang dianggap sebagai pendiri teori
psikologi Gestalt, tetapi ia bekerjasama dengan dua orang temannya, yaitu Kurt
Koffka (1886- 1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Ketiga tokoh ini memiliki
pemikiran yang sama atau searah. Kata Gestalt sesungguhnya telah ada sebelum
Wertheimer dan kawan-kawan menggunakannya sebagai nama. Palland (dari Belanda)
mengemukakan bahwa pengertian Gestalt telah dikemukakan sejak zaman Yunani
Kuno. Menurut Palland, Plato dalam uraiannya mengenai ilmu pasti (matematika)
telah menunjukkan bahwa dalam kesatuan bentuk terdapat bagian-bagian atau
sifat-sifat yang tidak dapat terlihat pada bagian-bagiannya. Watson sebagai
tokoh aliran behaviorisme menentang Wundt (strukturalisme), sementara itu di
Jerman juga terjadi arus yang menentang hal yang dikemukakan oleh Wundt dan
Tithecener atau kaum strukturalis pada umumnya, yaitu aliran Gestalt yang
dipelopori oleh Max Wertheimer dengan artikelnya “On Apparent Movement”,
yang terbit pada tahun 1912. Aliran ini juga menentang aliran behaviorisme yang
memiliki pandangan yang elementaristik.
Menurut
Gestalt, baik strukturalisme maupun behaviorisme kedua-duanya melakukan
kesalahan, yaitu karena mengadakan atau menggunakan reductionistic
approach, artinya keduanya mencoba membagi pokok bahasan menjadi
elemen-elemen. Strukturalisme mereduksi perilaku dan berpikir sebagai elemen
dasar, sedangkan behaviorisme mereduksi perilaku menjadi kebiasaan (habits),
respons berkondisi atau secara umum dapat dikemukakan hubungan stimulus-respon.
Aliran Gestalt tidak setuju mengenai reduksi ini.
Pandangan
pokok psikologi Gestalt adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan
suatu kebulatan, suatu unity atau suatu Gestalt. Psikologi
Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu
pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya sebagai phi
phenomenon. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi
sebagai sinar yang bergerak. Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak.
Dengan demikian, maka dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri perseptor.
Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi sesuatu tidak hanya bergantung
pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas individu untuk menentukan
hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi, kemudian berkembang
dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam psikologi belajar.
Bagi
para ahli pengikut Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam
proses diferensiasi itu hal yang primer adalah keseluruhan, sedangkan
bagian-bagian adalah sekunder, bagian-bagian hanya memiliki arti sebagai bagian
daripada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang
lainnya, keseluruhan ada terlebih dahulu kemudian disusul oleh bagian
bagiannya. Jika kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang
kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang
bagus, atau dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai suatu
keseluruhan, sebagai Gestalt, kemudian menyusul kita lihat adanya hal-hal
khusus tertentu seperti bajunya yang baru, pulpennya yang bagus, dahinya yang
terluka, dan sebagainya.
B. Pengertian Psikologi Gestalt
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori psikologi
Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling
dasar dalam psikologi Gestalt. Dalam hal ini psikologi Gestalt sependapat
dengan filsafat fenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus
dilihat secara netral. Dalam suatu fenomena terdapat dua unsure, yaitu objek
dan arti. Objek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap
oleh indera, objek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah
memberikan arti pada objek itu.
C. Tokoh–tokoh Gestalt
1. Max Wertheimer (1880-1943)
Max
Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi
Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat
gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia
bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri
aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan
Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941), dia melakukan
eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di
Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu
telah menjadi asisten di sana. Konsep penting teori psikologi Gestalt
yaitu phi phenomenon. Phi phenomenon yaitu
bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah
dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia
melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari
sensasi objektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan bukan
merupakan proses fisik, tetapi proses mental sehingga diperoleh kesimpulan bahwa
ia menentang pendapat Wundt. Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt
setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboscope,
yaitu alat yang berbentuk kotak dan terdapat bagian untuk dapat melihat ke
dalam kotak itu guna menyajikan stimuli visual pada tingkat tertentu. Di dalam
kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua
gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang
melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus.
Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang.
Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut
tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.
Pada
tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang
berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain
:
a. Hukum
Kedekatan (Law of Proximity)
b. Hukum
Ketertutupan ( Law of Closure)
c. Hukum
Kesamaan (Law of Equivalence)
2. Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka
lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak
dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun
1910, ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler. Bersama kedua orang ini Koffka
mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka terhadap
psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip
Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar,
mengingat, hingga psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka
tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan
prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
Teori
Koffka tentang belajar antara lain:
a. Jejak
ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak.
Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti
prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali jika kita mempersepsikan
sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi.
b. Perjalanan
waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat
melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang
lebih baik dalam ingatan.
c. Latihan
yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
3. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler
lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar
Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi
ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan
Wartheimer dan Koffka.
Kohler
berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai direktur stasiun
“Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah
melakukan penyelidikannya terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis
dalam buku bertajukThe Mentality of Apes (1925). Eksperimennya
adalah seekor simpanse yang diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di
atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula
hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu, tetapi tidak berhasil.
Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak,
seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu
dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk
dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Menurut
Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan
terjadi ketidakseimbangan kogntitif dan ini akan berlangsung hingga masalah
tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat
ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah
keseimbangan. Dalam eksperimennya, Kohler sampai pada kesimpulan bahwa
organisme–dalam hal ini simpanse– dalam memperoleh pemecahan masalahnya
diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.
4. Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan
Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin.
Lewin lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang
psikologi pada tahun 1914. Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu
Wertheimer dan Kohler dan mengambil konsep psychological field juga
dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa, Lewin meninggalkan Jerman dan
melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi professor di Cornell
University dan menjadi Director of the Research Center for Group
Dynamics di Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga akhir
hayatnya di usia 56 tahun.
Mula-mula
Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt
karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan
Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan. Ia lebih
cenderung ke arah pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi
kejiwaan. Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan
psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri
dari fakta dan objek psikologis yang bermakna dan menentukan perilaku individu.
Tugas utama psikologi adalah meramalkan perilaku individu berdasarkan semua
fakta psikologis yang terdapat dalam lapangan psikologisnya pada waktu
tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian yang memiliki
batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah hambatan individu untuk
mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan (goal)
disebut locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya
(forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi
tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi
ketegangan (tension).
Salah
suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat
adanya vektor-vektor yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang
dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan
batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan
ketidakseimbangan. Berdasarkan vektor yang saling bertentangan itu,
Lewin
membagi konflik dalam 3 jenis :
a. Konflik
mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict), konflik ini terjadi jika
seseorang menghadapi dua objek yang sama-sama bernilai positif.
b. Konflik
menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict), konflik ini terjadi
kalau seseorang berhadapan dengan dua objek yang sama-sama memiliki nilai
negatif tetapi ia tidak dapat menghindari kedua objek tersebut sekaligus.
c. Konflik
mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict), konflik ini terjadi jika
ada satu objek yang memiliki nilai positif dan nilai negative sekaligus.
D. Prinsip Dasar Gestalt
a. Interaksi
antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field.
Setiapperceptual field memiliki organisasi, yang cenderung
dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh karena
itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang
dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk.
b. Prinsip-prinsip
pengorganisasian:
·
Principle of Proximity:
bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
·
Principle of Similarity:
individu akan cenderung mempersepsikan stimulus yang sama sebagai suatu
kesatuan. Kesamaan stimulus itu dapat berupa persamaan bentuk, warna, ukuran
dan kecerahan.
·
Principle of Objective Set:
Organisasi berdasarkan mental set yang telah terbentuk sebelumnya.
·
Principle of Continuity :
Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah melakukan proses untuk
melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang didapat tidak
lengkap.
·
Principle of Closure/ Principle of Good
Form:
Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola objek atau pengamatan
yang tidak lengkap. Orang akan cenderung melihat suatu objek dengan bentukan
yang sempurna dan sederhana agar mudah diingat.
·
Principle of Figure and Ground:
Yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk)
dan ground (latar belakang). Prinsip ini menggambarkan bahwa
manusia secara sengaja ataupun tidak memilih serangkaian stimulus, mana yang
dianggapnya sebagai figure dan mana yang dianggap
sebagai ground.
·
Principle of Isomorphism:
Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, atau
menunjukkan adanya hubungan structural antara daerahdaerahotak yang terktivasi
dengan isi alam sadarnya.
E. Aplikasi Prinsip Gestalt
1. Belajar
Proses
belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar,
terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses
belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu
problem. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain:
a. Pengalaman
menilik (insight), yaitu bahwa proses menilik memegang peranan penting
dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu
objek atau peristiwa.
b. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning), yaitu bahwa kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur, maka akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari.
c. Perilaku
bertujuan (purposive behavior), yaitu bahwa perilaku terarah pada
tujuan.
d. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu
peserta didik dalam memahami tujuannya.
e. Prinsip
ruang hidup (life space), yaitu bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
f.
Transfer dalam Belajar, yaitu
pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi
lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan
melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk
kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata susunan yang
tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas
dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum
(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
2. Insight
Pemecahan
masalah secara jitu muncul setelah adanya proses pengujian berbagai
dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu
mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi.
Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar,
ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya insight pada
individu tergantung pada :
a. Kesanggupan,
kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman,
dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu
akan menyebabkan munculnya insight.
c. Taraf
kompleksitas dari suatu situasi, semakin kompleks masalah, maka akan semakin
sulit untuk diatasi.
d. Latihan,
latihan yang rutin akan meningkatkan kemampuan insight dalam
situasi yang bersamaan
e. Trial
and Error, apabila seseorang tidak dapat memecahkan
suatu masalah, seseorang akan melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya
menemukan insight untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Memori
Hasil
persepsi terhadap objek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu,
jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip
organisasional terhadap objek. Penerapan prinsip Good Form seringkali
muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga
menjelaskan pengaruh gosip/rumor. Fenomena gosip seringkali berbeda dengan
fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang
kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan dilengkapi oleh informasi
yang relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui faktanya.
F. Implikasi Gestalt
a. Pendekatan
fenomenologis menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi. Dengan
pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat
mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena
abstrak, namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah psikologi.
Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern.
Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi eksperimental
“baru” yang muncul
b. di
Jerman pada akhir pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka bersama Wertheimer
yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga murid Stumpf, dan mereka
menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis.
c. Fenomenologi
adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan menerangkan
gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu metode
pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan
mengamati apa yang dialami secara langsung.
d. Pandangan
Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk
menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process.
Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan
kognitif dimana proses-proses mental seperti persepsi, insight,
dan problem solving beroperasi. Tokoh-tokohnya yaitu Tolman
(dengan Teori Sign Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan
simpanse sebagai hewan percobaan).
G. Hukum – hukum Belajar Gestalt
Dalam
hukum-hukum belajar Gestalt ini terdapat hukum pokok , yaitu hukum Pragnanz dan
empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu
hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas.
Hukum Pragnanz
Pragnanz adalah suatu keadaan yang
seimbang. Setiap hal yang dihadapi oleh individu memiliki sifat dinamis yaitu
cenderung untuk menuju keadaan Pragnanz tersebut. Empat hukum tambahan yang
tunduk kepada hukum pokok, yaitu :
1.
Hukum keterdekatan,
Hal-hal yang saling berdekatan dalam
waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas. Contohnya: II II
I
Garis-garis di atas akan terlihat
sebagai tiga kelompok garis yang masing-masing terdiri dari dua garis, ditambah
dengan satu garis yang berdiri sendiri di sebelah kanan sekali.
2.
Hukum ketertutupan
Hal-hal yang cenderung menutup akan
membentuk kesan totalitas tersendiri.
Contohnya: [] [] I
Gambar garis-garis di atas akan
dipersepsikan sebagai dua segi empat dan garis yang berdiri sendiri di sebelah
kiri, tidak dipersepsikan sebagai dua pasang garis lagi setelah ada garis
melintang yang hampir saling menyambung di antara garis-garis tegak yang
berdekatan.
3.
Hukum kesamaan
Hal-hal yang mirip satu sama lain,
cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok
atau suatu totalitas. Contohnya :
O O O O O O O O O O O O O
X X X X X X X X X X X X X
O O O O O O O O O O O O O
Deretan bentuk di atas akan cenderung
dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O dan X berganti-ganti
bukan dilihat sebagai deretan-deretan tegak.
4.
Hukum kontinuitas
Orang akan cenderung mengasumsikan pola
kontinuitas pada objek-objek yang ada.
Contohnya:
X
Pada gambar diatas, kita akan cenderung
mempersepsikan gambar sebagai dua garis lurus berpotongan, bukan sebagai dua
garis menyudut yang saling membelakangi.
H. Penerapan Teori Gestalt dalam Proses
Belajar
Prinsip-prinsip belajar menurut teori
Gestalt yaitu:
a. Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan pelajaran
yang satu dengan pelajaran yang lainnya.
b. Belajar adalah suatu proses
perkembangan
Materi dari belajar dapat diterima dan
dipahami dengan baik jika individu tersebut telah cukup matang untuk
menerimanya. Kematangan dari individu dipengaruhi oleh pengalaman dan
lingkungan individu tersebut.
c. Siswa sebagai organisme keseluruhan
Dalam proses belajar, tidak hanya
melibatkan intelektual tetapi juga emosional dan fisik individu.
d. Terjadinya transfer
Tujuan dari belajar adalah agar
individu memiliki respon yang tepat dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu
kemampuan dapat dikuasai dengan baik maka dapat dipindahkan pada kemampuan
lainnya.
e. Belajar adalah reorganisasi
pengalaman
Proses belajar terjadi ketika individu
mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya, manusia menggunakan
pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.
f. Belajar dengan insight
Dalam proses belajar, insight berperan
untuk memahami hubungan antarunsur yang terkandung dalam suatu masalah.
g. Belajar lebih berhasil jika
berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan siswa
Hal ini tergantung pada kebutuhan
individu dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hasil dari belajar dapat
dirasakan manfaatnya.
h. Belajar berlangsung terus-menerus
Belajar tidak hanya terjadi di sekolah,
tetapi juga di luar sekolah. Belajar dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman
yang terjadi dalam kehidupan individu setiap waktu.
REFERENSI:
Hergenhahn, B.R. & H. Olson,
Matthew. (2008). Theories of Learning. Jakarta: Kencana.
http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/10/gestalt (Diakses
pada hari Jum’at, 25 Februari 2011, pukul 15.43 WIB )
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-psikologi-gestalt/
(Diakses pada hari rabu, 16 Maret 2012, pukul 22.00 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tinggal Komentarnya