Kamis, 15 Maret 2012

Teori Psikologi Gestalt


Teori Psikologi Gestalt


A. PENDAHULUAN

            Max Wertheimer (1880-1943) adalah seseorang yang dianggap sebagai pendiri teori psikologi Gestalt, tetapi ia bekerjasama dengan dua orang temannya, yaitu Kurt Koffka (1886- 1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Ketiga tokoh ini memiliki pemikiran yang sama atau searah. Kata Gestalt sesungguhnya telah ada sebelum Wertheimer dan kawan-kawan menggunakannya sebagai nama. Palland (dari Belanda) mengemukakan bahwa pengertian Gestalt telah dikemukakan sejak zaman Yunani Kuno. Menurut Palland, Plato dalam uraiannya mengenai ilmu pasti (matematika) telah menunjukkan bahwa dalam kesatuan bentuk terdapat bagian-bagian atau sifat-sifat yang tidak dapat terlihat pada bagian-bagiannya. Watson sebagai tokoh aliran behaviorisme menentang Wundt (strukturalisme), sementara itu di Jerman juga terjadi arus yang menentang hal yang dikemukakan oleh Wundt dan Tithecener atau kaum strukturalis pada umumnya, yaitu aliran Gestalt yang dipelopori oleh Max Wertheimer dengan artikelnya “On Apparent Movement”, yang terbit pada tahun 1912. Aliran ini juga menentang aliran behaviorisme yang memiliki pandangan yang elementaristik.
            Menurut Gestalt, baik strukturalisme maupun behaviorisme kedua-duanya melakukan kesalahan, yaitu karena mengadakan atau menggunakan reductionistic approach, artinya keduanya mencoba membagi pokok bahasan menjadi elemen-elemen. Strukturalisme mereduksi perilaku dan berpikir sebagai elemen dasar, sedangkan behaviorisme mereduksi perilaku menjadi kebiasaan (habits), respons berkondisi atau secara umum dapat dikemukakan hubungan stimulus-respon. Aliran Gestalt tidak setuju mengenai reduksi ini.
            Pandangan pokok psikologi Gestalt adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya sebagai phi phenomenon. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak. Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian, maka dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas individu untuk menentukan hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi, kemudian berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam psikologi belajar.
            Bagi para ahli pengikut Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu hal yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder, bagian-bagian hanya memiliki arti sebagai bagian daripada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya, keseluruhan ada terlebih dahulu kemudian disusul oleh bagian bagiannya. Jika kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus, atau dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai suatu keseluruhan, sebagai Gestalt, kemudian menyusul kita lihat adanya hal-hal khusus tertentu seperti bajunya yang baru, pulpennya yang bagus, dahinya yang terluka, dan sebagainya.


B. Pengertian Psikologi Gestalt

            Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling dasar dalam psikologi Gestalt. Dalam hal ini psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat fenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu fenomena terdapat dua unsure, yaitu objek dan arti. Objek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, objek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada objek itu.

C. Tokoh–tokoh Gestalt

1. Max Wertheimer (1880-1943)

            Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941), dia melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu telah menjadi asisten di sana. Konsep penting teori psikologi Gestalt yaitu phi phenomenonPhi phenomenon yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi objektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan bukan merupakan proses fisik, tetapi proses mental sehingga diperoleh kesimpulan bahwa ia menentang pendapat Wundt. Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboscope, yaitu alat yang berbentuk kotak dan terdapat bagian untuk dapat melihat ke dalam kotak itu guna menyajikan stimuli visual pada tingkat tertentu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.
            Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a.       Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b.       Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
c.       Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2. Kurt Koffka (1886-1941)

            Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler. Bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka terhadap psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, hingga psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.

            Teori Koffka tentang belajar antara lain:
a.       Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali jika kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi.
b.       Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
c.       Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.

3. Wolfgang Kohler (1887-1967)

            Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka.
            Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai direktur stasiun “Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah melakukan penyelidikannya terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku bertajukThe Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah seekor simpanse yang diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu, tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
            Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif dan ini akan berlangsung hingga masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya, Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme–dalam hal ini simpanse– dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.

4. Kurt Lewin (1890-1947)

            Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin. Lewin lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi pada tahun 1914. Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Kohler dan mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa, Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi professor di Cornell University dan menjadi Director of the Research Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun.
            Mula-mula Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan. Ia lebih cenderung ke arah pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan. Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan objek psikologis yang bermakna dan menentukan perilaku individu. Tugas utama psikologi adalah meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang terdapat dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian yang memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension).
            Salah suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat adanya vektor-vektor yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan. Berdasarkan vektor yang saling bertentangan itu,       

            Lewin membagi konflik dalam 3 jenis :
a.       Konflik mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict), konflik ini terjadi jika seseorang menghadapi dua objek yang sama-sama bernilai positif.
b.       Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict), konflik ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua objek yang sama-sama memiliki nilai negatif tetapi ia tidak dapat menghindari kedua objek tersebut sekaligus.
c.       Konflik mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict), konflik ini terjadi jika ada satu objek yang memiliki nilai positif dan nilai negative sekaligus.

D. Prinsip Dasar Gestalt

a.       Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiapperceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk.
b.       Prinsip-prinsip pengorganisasian:
·         Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
·         Principle of Similarity: individu akan cenderung mempersepsikan stimulus yang sama sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu dapat berupa persamaan bentuk, warna, ukuran dan kecerahan.
·         Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang telah terbentuk sebelumnya.
·         Principle of Continuity : Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah melakukan proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang didapat tidak lengkap.
·         Principle of Closure/ Principle of Good Form: Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola objek atau pengamatan yang tidak lengkap. Orang akan cenderung melihat suatu objek dengan bentukan yang sempurna dan sederhana agar mudah diingat.
·         Principle of Figure and Ground: Yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan ground (latar belakang). Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia secara sengaja ataupun tidak memilih serangkaian stimulus, mana yang dianggapnya sebagai figure dan mana yang dianggap sebagai ground.
·         Principle of Isomorphism: Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan structural antara daerahdaerahotak yang terktivasi dengan isi alam sadarnya.

E. Aplikasi Prinsip Gestalt

1. Belajar
            Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain:
a.       Pengalaman menilik (insight), yaitu bahwa proses menilik memegang peranan penting dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.
b.       Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), yaitu bahwa kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur, maka akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
c.       Perilaku bertujuan (purposive behavior), yaitu bahwa perilaku terarah pada tujuan.
d.       Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
e.       Prinsip ruang hidup (life space), yaitu bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
f.        Transfer dalam Belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.


2. Insight
            Pemecahan masalah secara jitu muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya insight pada individu tergantung pada :
a.       Kesanggupan, kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b.       Pengalaman, dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
c.       Taraf kompleksitas dari suatu situasi, semakin kompleks masalah, maka akan semakin sulit untuk diatasi.
d.       Latihan, latihan yang rutin akan meningkatkan kemampuan insight dalam situasi yang bersamaan
e.       Trial and Error, apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah tersebut.

3. Memori
            Hasil persepsi terhadap objek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap objek. Penerapan prinsip Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor. Fenomena gosip seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan dilengkapi oleh informasi yang relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui faktanya.

F. Implikasi Gestalt

a.       Pendekatan fenomenologis menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi. Dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern. Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi eksperimental “baru” yang muncul
b.       di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga murid Stumpf, dan mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis.
c.       Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan mengamati apa yang dialami secara langsung.
d.       Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental seperti persepsi, insight, dan problem solving beroperasi. Tokoh-tokohnya yaitu Tolman (dengan Teori Sign Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan simpanse sebagai hewan percobaan).

G. Hukum – hukum Belajar Gestalt

            Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini terdapat hukum pokok , yaitu hukum Pragnanz dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas.

Hukum Pragnanz
Pragnanz adalah suatu keadaan yang seimbang. Setiap hal yang dihadapi oleh individu memiliki sifat dinamis yaitu cenderung untuk menuju keadaan Pragnanz tersebut. Empat hukum tambahan yang tunduk kepada hukum pokok, yaitu :

1. Hukum keterdekatan,
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas. Contohnya: II II I
Garis-garis di atas akan terlihat sebagai tiga kelompok garis yang masing-masing terdiri dari dua garis, ditambah dengan satu garis yang berdiri sendiri di sebelah kanan sekali.

2. Hukum ketertutupan
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.
Contohnya: [] [] I
Gambar garis-garis di atas akan dipersepsikan sebagai dua segi empat dan garis yang berdiri sendiri di sebelah kiri, tidak dipersepsikan sebagai dua pasang garis lagi setelah ada garis melintang yang hampir saling menyambung di antara garis-garis tegak yang berdekatan.

3. Hukum kesamaan
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok
atau suatu totalitas. Contohnya :
O O O O O O O O O O O O O
X X X X X X X X X X X X X
O O O O O O O O O O O O O
Deretan bentuk di atas akan cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O dan X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretan tegak.

4. Hukum kontinuitas
Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada objek-objek yang ada.
Contohnya:
X
Pada gambar diatas, kita akan cenderung mempersepsikan gambar sebagai dua garis lurus berpotongan, bukan sebagai dua garis menyudut yang saling membelakangi.
H. Penerapan Teori Gestalt dalam Proses Belajar

Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt yaitu:

a. Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya.

b. Belajar adalah suatu proses perkembangan
Materi dari belajar dapat diterima dan dipahami dengan baik jika individu tersebut telah cukup matang untuk menerimanya. Kematangan dari individu dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan individu tersebut.

c. Siswa sebagai organisme keseluruhan
Dalam proses belajar, tidak hanya melibatkan intelektual tetapi juga emosional dan fisik individu.

d. Terjadinya transfer
Tujuan dari belajar adalah agar individu memiliki respon yang tepat dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu kemampuan dapat dikuasai dengan baik maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.

e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Proses belajar terjadi ketika individu mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya, manusia menggunakan pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.

f. Belajar dengan insight
Dalam proses belajar, insight berperan untuk memahami hubungan antarunsur yang terkandung dalam suatu masalah.

g. Belajar lebih berhasil jika berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan siswa
Hal ini tergantung pada kebutuhan individu dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hasil dari belajar dapat dirasakan manfaatnya.

h. Belajar berlangsung terus-menerus
Belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Belajar dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu setiap waktu.

REFERENSI:

Hergenhahn, B.R. & H. Olson, Matthew. (2008). Theories of Learning. Jakarta: Kencana.
http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/10/gestalt (Diakses pada hari Jum’at, 25 Februari 2011, pukul 15.43 WIB )
http://id.wikipedia.org/wiki/Gestalt (Diakses pada hari Sabtu, 26 Februari 2011, pukul 17.53 WIB)
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-psikologi-gestalt/ (Diakses pada hari rabu, 16 Maret 2012, pukul 22.00 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tinggal Komentarnya

FACEBOOK

PENGIKUT

BUKU TAMU